POJOKNEGERI.COM - Pembahasan dan dialog antar jurnalis dan organisasi non pemerintah Kelompok Kerja (Pokja) 30 terkait Akuntabilitas Sosial untuk Perbaikan Tata Kelola Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Kaltim membuahkan undangan debat terbuka yang ditujukan kepada Pemprov Kaltim.
Adanya debat terbuka itu, salah satu hal yang jadi pemicunya adalah persoalan tambang ilegal di Kaltim, serta beberapa hal kekinian yang terjadi belakangan ini, seputar persoalan tambang.
Sebagai informasi, dalam beberapa waktu belakangan, persoalan seputar tambang mengemuka.
Mulai dari adanya korban meninggal di lubang tambang, persoalan digerebeknya tambang ilegal di Balikpapan, serta yang terbaru, adalah dugaan tiga pegawai Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM Kaltim) yang menerima suap dari perusahaan tambang.
Di awal pertemuan yang digelar di Hotel Midtown Samarinda, Rabu (23/11/2021) itu, Buyung Marajo, Koordinator Pokja 30 sempat memberikan beberapa materi penjelasan terkait akuntabilitas sosial berkaitan dengan pertambangan.
Di pemberian materi itu, jurnalis yang berasal dari media online, cetak maupun televisi, santai menyimak.
Suasana kemudian menjadi menarik saat sesi diskusi terkait tambang dilakukan.
Lukman, pihak dari media online detakkaltim.com, membuka suasana dengan persoalan jaminan reklamasi (jamrek) yang ia nilai tak pernah dapatkan kejelasan, berapa nilainya, di mana uangnya, serta sudah berapa banyak rupiah yang dikucurkan untuk menangani lubang tambang.
Ia bahkan menceritakan saat dirinya sendiri bahkan hingga kini tak pernah dapatkan data konkret perihal jamrek itu. Padahal, Lukman termasuk salah satu wartawan senior di Kaltim.
"Di ESDM Kukar saya ingat, saya tak pernah dapat data itu (data jamrek)," ujar Lukman.
Sementara itu, Tama, pihak dari media online pojoknegeri.com, sempat menyinggung sedikit perihal kondisi yang terjadi baru-baru ini, saat adanya tiga pegawai ESDM Kaltim yang diduga menerima suap dari perusahaan tambang.
Tiga pegawai ESDM Kaltim itu diketahui sudah dilaporkan ke pihak kepolisian.
"Ini bagaimana, untuk internal, sistem di dalam saja bisa kecolongan. Bagaimana bisa unjuk gigi membenahi persoalan tambang di luar?," katanya.
Persoalan statement dari pihak Pemprov Kaltim yang anggap bahwa persoalan kewenangan tambang yang sudah beralih ke pusat juga sempat tersiar dalam dialog itu.
Buyung Marajo, merasa rancu hal itu bisa dikeluarkan oleh pihak provinsi. Pasalnya, jika hal itu mengenai kewenangan, seharusnya Pemprov bisa membentengi daerahnya melalui aturan, apakah itu berupa Perda, Pergub atau pun aturan lain.
Yang penting, ia sebut, daerah merasa terlindungi dan mendapatkan sosok pelindung di wujud pemerintah.
Bukan terkesan abai, seperti yang dirasa selama ini.
"Aturan itu sudah ada. Ada Perda Nomor 10 Tahun 2012 terkait pengangkutan batu bara dan sawit. Ada Pergub Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Penataan Pertambangan. Aturan itu sudah ada. Tinggal penerapannya bagaimana?," kata Buyung.
Alasan kewenangan sudah berpindah justru membuat dirinya juga bertanya.
"Kalau begitu, dulu-dulu ke mana, saat kewenangan masih di daerah?," katanya.
Banyaknya hal-hal yang belum terjawab perihal peran pemerintah dalam penanganan dan penertiban pertambangan ini lah yang kemudian menjadi trigger agar debat terbuka antara masyarakat sipil dan pemerintah bisa dilakukan.
Buyung sampaikan, pihaknya siap jika harus mengundang pihak dari pusat dalam debat terbuka itu. Termasuk juga mengundang pihak provinsi untuk hadir di debat terbuka.
"Maunya bagaimana? Kami siap untuk itu, ujarnya.
Di tempat berbeda, Herdiansyah Hamzah, Dosen Universitas Mulawarman Samarinda pun menyambut baik agar debat terbuka itu bisa segera digelar.
Ia bahkan siap menjadi moderator.
"Saya bersedia jadi moderator debat antara Jubir Gubernur dengan Jatam. Segera atur waktu. Yang tidak berani, siap-siap dihujat publik," ujarnya.
(redaksi)