Selain mengendorse, relawan di Indonesia juga difungsikan sebagai buzzer, yang punya tugas membangun opini di tengah masyarakat, biasanya dengan segala cara, termasuk penggunaan hoaks.
Kadang di permukaan mereka terlihat berbeda, saling tabrak, saling serang. Namun jika si bandar menginstruksi, maka mereka yang sebelumnya berbeda pandangan, saling serang, pada akhirnya berkawan.
Faksi cebong dan kadrun adalah salah satu produk para relawan/buzzer yang diperintah atas keinginan bandar, dengan harapan terjadi polarisasi di masyarakat. Lantas apa kepentingan si bandar, sudah pasti kepentingan yang “lebih besar.”
Paling tidak agar masyarakat tidak terlalu menyoroti kepentingannya. Masyarakat terbawa arus opini pesanan yang dimainkan para buzzer.
Banyak media terbawa dalam ritme permainan isu para buzzer ini. Kendati harus dimaklum, dengan kemajuan teknologi informasi seperti ini, mau tidak mau, media mainstream harus bersaing ketat dengan sosial media. Mereka (media mainstream) harus menapaki era new media.
Untuk mempertahankan eksistensinya, maka media mainstream harus punya diferensiasi produk (berbeda), semisal laporan investigasi dan liputan eksklusif yang tidak terkover/luput dari pantauan publik melalui sosial media. Ambil contoh mengenai laporan Kompas tentang joki Guru Besar. Dengan laporan mendalam, in-deep, maka kredibilitas media mainstream tersebut tetap terjaga di tengah gerusan sosial media.
Dari runutan eskalasi politik yang berkembang, seperti memberi isyarat, bahwa arah dukungan diberikan kepada Prabowo Subianto, sebagai bakal capres.
Vis a vis di awal, tampak sekali di permukaan desain berseterunya adalah kelompok pro Anies dan pro Ganjar. Situasi ini justru akan menguntungkan Prabowo karena tidak terjebak pada ritme permainan (desain konflik) para relawan/buzzer tersebut.
Kendati ujungnya, justru masalah perjanjian pinjaman (utang) dana kampanye Anies dari Sandiaga Uno pada pilkada Jakarta 2017 lalu muncul, namun Sandi meresponnya ciamik, dengan mengatakan bahwa dia telah mengikhlaskan dana pinjaman Rp50 miliar itu.