POJOKNEGERI.COM - Usai adanya pengungkapan kasus di Kejaksaan Agung (Kejagung), Presiden Joko Widodo telah melarang adanya ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Lantas, dengan adanya larangan ekspor CPO itu, Indonesia akan merugi?
Ini mengingat CPO adalah barang andalan ekspor Indonesia.
Kebijakan larang ekspor tersebut Jokowi ungkapkan seusai memimpin rapat tentang pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat bersama jajaran menteri, utamanya yang berkaitan dengan ketersediaan minyak goreng untuk kebutuhan domestik.
Larangan ini mulai akan berlaku pada Kamis, 28 April mendatang.
"Dalam rapat tersebut telah saya putuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng," kata Jokowi Jumat (22/4/2022).
Jokowi beralasan bahwa larangan ekspor diberlakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri terpenuhi. Pasalnya, beberapa waktu lalu ketersediaan produk minyak goreng sempat langka di pasaran.
Jika ekspor CPO benar-benar dihentikan, maka akan berdampak pada pendapatan yang didapatkan oleh Indonesia. Putera Satria Sambijantoro, ekonom Bahana Sekuritas memperkirakan Indonesia bisa kehilangan US$ 3 miliar atau Rp 42,9 triliun belum dengan pajak ekspor.
"Setiap bulan, CPO dan produk turunannya menyumbang USD3 miliar dari ekspor Indonesia, selain Rp 4 triliun dari pendapatan pajak ekspor," ujar Satria.
Meskipun begitu, Satria mengatakan kehilangan CPO masih bisa diimbangi oleh komoditas lain dan surplus perdagangan Indonesia masih bisa dipertahankan.
Satria juga mengatakan bahwa akibat lebih serius dari hubungan dagang dengan negara yang membeli CPO dari Indonesia seperti China, India, Pakistan, dan AS. Larangan ekspor CPO bisa menimbulkan aksi balasan terkait impor barang manufaktur Indonesia.
Dampak dari larangan ekspor ini tak hanya dirasakan oleh Indonesia, tapi juga seluruh dunia. Sebab Indonesia adalah produsen terbesar di dunia dengan cakupan hingga 59% produksi dunia.
Di sisi lain, permintaan CPO bisa meningkat dari wilayah Eropa. Penyebabnya adalah perang di Rusia dan Ukraina menyebabkan bahan pembuat minyak goreng seperti jagung, rape seed, dan kedelai gagal panen.
Jika ekspor ditutup, akan sangat mungkin permintaan tersebut mengarah ke Malaysia sebagai produsen terbesar nomor dua dunia. Indonesia mungkin akan kehilangan kesempatan menguasai pasar Eropa. Terlebih lagi melihat perselisihan Indonesia dan Eropa mengenai produk sawit.
Namun, di Malaysia sendiri terdapat kendala kekurangan pekerja di kebun sawit sehingga mengganggu produksi sawit di sana. Akhirnya pasokan dunia terancam tidak dapat mengimbangi permintaan dan akan mendongkrak harga CPO makin tinggi.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)