POJOKNEGERI.COM - Simak jawaban resmi anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal reklamasi dan penggusuran paksa.
Kedua poin masalah tersebut masuk dalam rapor merah yang dilayngkan LBH Jakarta kepada Pemrov DKI Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta menjawab rapor merah yang diberikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dalam empat tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
LBH Jakarta menyoroti 10 permasalahan mulai dari kualitas udara, akses air bersih, penanganan banjir, akses terhadap bantuan hukum, penggusuran paksa hingga menyinggung reklamasi di pantai utara Jakarta masih berlanjut.
Terkait reklamasi, LBH Jakarta menilai Pemprov DKI yang dipimpin Anies Baswedan tidak konsisten dalam menetapkan pencabutan izin reklamasi di pantai utara Jakarta.
Bahkan Anies mengeluarkan Pergub Nomor 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Pergub yang menjadi indikasi reklamasi masih akan berlanjut dengan pengaturan mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan reklamasi serta penyebutan pengembang reklamasi sebagai perusahaan mitra.
Asisten Pemerintahan Sekda Provinsi DKI Jakarta Sigit Wijatmoko menayatakan pembangunan 13 pulau reklamasi benar-benar telah dihentikan.
Pemprov DKI Jakarta juga telah memenangkan sebagian besar gugatan dari pihak pengembang.
Sigit menjelaskan pulau yang sudah terbangun kini dikelola oleh Pemprov DKI untuk kepentingan publik.
Menurutnya terdapat 65 persen lahan yang dikelola Pemprov DKI melalui BUMD. Dalam pelaksanaannya dibuatlah Pergub 58/2018 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Pantai Utara.
"Pergub tersebut mengatur tentang pengawasan dan monitoring terhadap perizinan, serta pengelolaan pulau yang sudah terbangun," ujar Sigit dikutip dari Siaran Pers PPID Provinsi DKI Jakarta, Sabtu (23/10/2021).
Sigit juga kembali mengingatkan keputusan penghentian reklamasi tersebut dilakukan melalui kajian ilmiah mendalam yang dilakukan Pemprov DKI, seperti melalui forum diskusi (FGD) untuk bersama-sama menelaah, meneliti, dan memverifikasi dampak reklamasi secara ilmiah.
Kajian dilakukan dengan metode pendekatan ilmiah yang memprioritaskan keadilan sosial yang berkelanjutan.
Sigit memastikan Pemprov DKI mengedepankan transparasi dalam membahas reklamasi. Setidaknya ada 10 kali FGD yang diadakan, dan LBH juga selalu turut kami undang dan hadir dalam beberapa kesempatan.
Hasil FGD memutuskan agar pulau yang sudah terbangun tidak dibongkar kembali karena akan menimbulkan kerusakan lingkungan.
Sehingga Pemprov DKI Jakarta kemudian berupaya untuk memanfaatkan dan mengelola pulau yang sudah terbangun untuk kepentingan publik.
"Salah satunya kami upayakan pembangunan sistem monitoring pencemaran air tanah," ujar Sigit.
Sementara bagi pulau yang belum terbangun telah dilakukan pencabutan izin karena adanya efek biotechnic gas dan blank zone yang dapat membahayakan lingkungan, serta mencegah terjadinya dampak penurunan muka air tanah di Jakarta pada masa yang akan datang.
Sigit menambahkan Pemprov DKI terbuka untuk berkolaborasi secara substantif.
Pemprov DKI juga meyakini, LBH Jakarta ingin menghadirkan keadilan, seperti halnya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Pemprov.
"Tindakan yang belum sesuai standar yang telah disampaikan LBH Jakarta, akan menjadi catatan ke depannya, untuk terus melakukan perbaikan baik institusional maupun prosedural melalui produk hukum Pemprov DKI Jakarta," ujarnya.
Penggusuran Paksa
Asisten Pemerintahan Sekda Provinsi DKI Jakarta Sigit Wijatmoko menegaskan, Pemprov DKI tidak melakukan penggusuran paksa seperti yang dilaporkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
"Penggusuran tidak pernah menjadi pilihan utama kebijakan Pemprov DKI Jakarta dalam menata permukiman dan kewilayahan di Ibu Kota," kata Sigit dalam siaran persnya, dikutip Kompas.TV, Minggu (24/10/2021).