POJOKNEGERI.COM - Aktivis dan Mahasiswa Kalimantan Timur yang terdiri dari JATAM Kaltim, WALHI Kaltim, FH Pokja 30 Kaltim, FNKSDA, dan Mahasiswa/i Papua melakukan aksi merespon korban lubang bekas tambang yang tidak mendapat perhatian serta penanganan serius oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Dari informasi yang dihimpun, JATAM Kaltim mencatat, di Kalimantan Timur ancaman lubang tambang masih menghantui karena secara keseluruhan masih ada 1.735 lubang bekas tambang.
Di Kota Samarinda sendiri terdapat 349 lubang bekas tambang yang dibiarkan menganga tanpa reklamasi dan pemulihan, yang menjadi bom waktu sebagai salah satu persoalan serius yang tak mendapat perhatian serta tindakan dari pemerintah.
Tenggelamnya Febi Abdi Witanto (25) pada 31 Oktober 2021 di lubang tambang perusahaan batubara CV. Arjuna menggenapkan jumlah korban lubang tambang di Kaltim menjadi 40 jiwa.
Meski kondisinya sudah separah itu, bagi Pemerintah Provinsi korban lubang bekas tambang hanya sebatas angka statistik yang akan terus bertambah, tanpa ucapan duka apalagi tindakan.
Pihak aktivis dan mahasiswa menganggap Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor melakukan pembiaran tanpa ada upaya reklamasi, penegakan hukum bagi korporasi yang tidak melakukan reklamasi, dan tidak melakukan pengawasan, hal ini menunjukkan sifat masa bodoh Kepala Daerah selaku pemberi izin.
"Karena itu koalisi masyarakat sipil memberikan penghargaan kepada Isran Noor sebagai “Gubernur masa bodoh” itulah penghargaan yang menggambarkan Sikap Kepala Daerah Kalimantan Timur ini. Sebagai apresiasi atas kerja masa bodohnya selama 3 tahun ini, yang abai dan mendiamkan korban yang sudah mencapai 40 nyawa yang mayoritas korbannya anak-anak generasi penerus bangsa, maka Koalisi memberikan piagam penghargaan tersebut di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur," ujar Pradarma Rupang, Dinamisator JATAM Kaltim.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim menilai, kejadian meninggalnya anak di lubang bekas tambang bakal terulang jika tidak ada langkah strategis dari pemerintah.
"Problem berulang dari model ekonomi ekstraktif yang mengabaikan lingkungan hidup dan keselamatan rakyat seperti ini harusnya sudah beralih ke ekonomi nusantara, sebagai ekonomi tanding yang bersih, berkelanjutan dan tidak mematikan" ucap Yohana Tiko, Direktur WALHI Kaltim.
Menurut Akademisi Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, setelah operasi penambangan berakhir ada kewajiban yang mutlak dilakukan oleh pemegang izin tambang yakni melaksanakan reklamasi dan pascatambang.
Herdiansyah Hamzah menegaskan "siapapun yang abai dengan kewajiban ini, jelas adalah kejahatan yang berkonsekuensi pidana" termasuk pemimpin daerah seperti Gubernur yang diam dan abai atas peristiwa ini.
Ia mengatakan bahwa dalam ketentuan Pasal 161B ayat (1) UU 3/2020 tentang Perubahan UU 4/2009 tentang Minerba, disebutkan secara eksplisit bahwa, “Setiap orang yang IUP atau IUPK dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan reklamasi dan/atau pascatambang; dan/atau penempatan dana jaminan reklamasi dan/atau dana jaminan pascatambang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 miliar rupiah”.
"Bahkan dalam ketentuan Pasal 164 UU a quo, pelaku tindak pidana juga dapat dikenai “hukuman tambahan” berupa perampasan barang, perampasan keuntungan, dan kewajiban membayar biaya yang ditimbulkan akibat tindak pidana tersebut. Batas waktu pun diatur, apalagi CV Arjuna sudah bertahun-tahun sudah tidak beroperasi lagi, lalu mengapa Lubang Tambangnya dibiarkan menganga ? Tanpa reklamasi dan pemulihan," tambah Buyung Marajo Pokja 30 dan Fathul dari LBH Samarinda.
Dikutip dari data JATAM Nasional, sejak 2014 hingga 2020 total sudah 168 korban lubang tambang yang nyawanya melayang di seluruh Indonesia dan masih terancam 3.092 lubang tambang yang masih menganga, berisi air beracun dan mengandung logam berat bahkan berada di dekat kawasan padat pemukiman sehingga menjadi “bom waktu”.
Massa Aksi dan Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Moratorium Pertambangan Batubara di Indonesia, Mencabut izin perusahaan dan Mendorong penegakan hukum serta sanksi bagi CV Arjuna dan perusahaan pertambangan batubara lainnya yang melanggar reklamasi. Pengabaian oleh pemerintah seperti Gubernur Kaltim dan Walikota Samarinda juga ikut disorot.
Kasus tewasnya anak-anak di lubang tambang di Indonesia merupakan gambaran buruknya tata kelola lingkungan hidup dan pertambangan batubara di Indonesia, Presiden Joko Widodo dan Gubernur Kaltim Isran Noor dituding sebagai dua pemimpin pelindung batubara, meskipun pemerintah baru saja berpidato tentang komitmen pada lingkungan hidup dan iklim di Konferensi Iklim COP 26 Glasgow kemarin.
Sementara itu, beberapa waktu lalu, Isran Noor sampaikan bahwa saat ini pihak provinsi hingga kabupaten/ kota tak punya kewenangan untuk pengawasan tambang.
Hal itu disebutnya karena kewenangan sudah berpindah ke pusat.
"Pemerintah provinsi dan kabupaten sekarang tidak punya kewenangan termasuk mengawasi," kata Isran Noor dalam acara rilis hasil survei Lembaga Survei Indonesia "Persepsi Publik tentang Pengelolaan dan Potensi Korupsi SDA", 8 Agustus lalu.
(redaksi)