POJOKNEGERI.COM - PT Pertamina menang gugatan dalam kasus tumpahan minyak di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim).
Kuasa Hukum PT Pertamina (Persero), Otto Hasibuan umumkan kemenangan gugatan kasus tumpahan minyak itu.
"Majelis hakim pada Rabu, 19 Januari 2022, melalui putusannya Nomor: 976/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Sel menyatakan mengabulkan gugatan Pertamina," kata Otto Hasibuan dalam keterangan yang diterima awak media.
Sebagai informasi, kasus tumpahan minyak itu terjadi di 2018 yang kemudian membuat Pertamina menggugat sejumlah pihak ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ada empat pihak yang digugat Pertamina.
Pertama, Zhang Deyi, anak dari Zhang Zheniqing (Tergugat 1).
Kedua, Ever Judger Holding Company Limited (Tergugat 2).
Ketiga, Fleet Management Ltd (Tergugat 3).
Keempat, PT Penascop Maritim Indonesia (Tergugat 4).
Menurut Otto, majelis hakim menghukum para tergugat tersebut untuk secara tanggung renteng membayar ganti rugi kepada Pertamina sebesar Rp 1.59 triliun dan US$ 23,7 juta.
Keputusan ini ditetapkan oleh majelis hakim dalam perkara ini diketuai oleh Nazar Effriandi Siregar dengan dua hakim anggota H. Bawono Effendi dan Hapsoro Restu Widodo.
Insiden tumpahan minyak mentah yang diikuti dengan kebakaran terjadi pada Sabtu, 31 Maret 2018. Insiden tersebut mengakibatkan lima orang tewas. Pipa yang menghubungkan Terminal Crude Lawe-lawe dengan Kilang Balikpapan, milik Pertamina diketahui patah.
Usai kejadian, Pertamina mengumumkan bahwa mereka siap menggugat pemilik serta operator kapal kargo MV Ever Judger yang diduga merusak pipa kilang di Teluk Balikpapan, yang menyebabkan tumpahnya minyak tersebut. Saat itu, Otto Hasibuan, berujar bahwa Kapal MV Ever Judger diduga merusak pipa tersebut secara sengaja dengan menariknya menggunakan jangkar.
Dalam kejadian ini, kata Otto, Tergugat 1 yang merupakan nahkoda kapal menjatuhkan (labuh) jangkar (drop anchor) di zona terbatas sampai dengan zona terlarang. Hal ini menyebabkan pipa bawah laut milik Pertamina putus atau rusak. Sehingga, minyak mentah yang berada di dalam pipa juga keluar dan menyebabkan tumpahan minyak di laut.
Akibatnya, pipa bergeser dari posisi awal sejauh 120 meter dan mengalami patah hingga minyak tumpah.
“Dengan kejadian ini, Pertamina sebagai perusahaan yang profesional karena di sana ada saham negara, tentunya bertanggung jawab untuk melakukan upaya hukum,” kata Otto pada 26 April 2018.
Pada 13 Desember 2018, gugatan Pertamina resmi terdaftar ke pengadilan dengan nomor 976/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL. Dalam petitum, Pertamina mengajukan meminta majelis hakim untuk menghukum kerugian materiil senilai Rp 1,59 triliun dan US$ 23,7 juta tersebut.
Selain itu, Pertamina juga meminta majelis hakim menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar kerugian immateriil senilai Rp 3,1 triliun dan US$ 47,4 juta.
Lalu dalam putusannya, Otto menyebut majelis hakim menilai bahwa perbuatan Tergugat 1 tidak hanya bertentangan dengan kewajiban sebagai seorang nahkoda kapal. Akan tetapi, perbuatan ini juga melanggar hak keperdataan PT Pertamina yang secara subjektif dilindungi oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memiliki dan mengoperasikan pipa bawah laut (subsea pipeline).
Selain itu, Otto menyebut majelis hakim berpendapat ada hubungan hukum antara para tergugat. Sehingga perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat 1 bukan hanya tanggung jawabnya pribadi, melainkan juga tanggung jawab tergugat lain.
Walhasil, para tergugat diwajibkan secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat 1. Tapi dalam putusannya, kata Otto, majelis hakim mengabulkan gugatan Pertamina untuk sebagian.
Majelis hakim salah salah satunya tidak mengabulkan tuntutan kerugian immateriil senilai Rp 3,1 triliun dan US$ 47,4 juta.
"Menolak gugatan penggugat untuk selain dan selebihnya," demikian bunyi putusan majelis hakim yang disampaikan Otto.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)