POJOKNEGERI.COM - Budaya turut memperkuat resiliensi masyarakat dalam menghadapi krisis demi krisis.
Pandemi COVID-19 yang telah melanda dunia selama satu setengah tahun terakhir telah membawa dampak besar bagi perekonomian dunia. Daya beli masyarakat hancur seiring dengan menghilangnya mata pencaharian yang disebabkan oleh kematian industri yang dipicu oleh menurunnya permintaan secara global.
Demikian dikatakan oleh Pendiri & Ketua Umum Forum Satu Bangsa, Hery Haryanto Azumi, dalam Dialog Kebangsaan dengan Tema "Bali Survive Bali Bangkit" yang diselenggarakan oleh PW IKA PMII Bali bekerja sama dengan PWNU Bali.
"Dalam sejarah krisis di Indonesia, inefektivitas kekuasaan formal pada akhirnya selalu diselamatkan oleh kekuatan budaya yang memiliki akar dalam kehidupan masyarakat." ucapnya.
Menurut aktivis NU yang akrab disapa Mas Hery ini, masyarakat Indonesia telah memiliki modal dasar nilai dan etika sosial yang dapat menjadi pegangan saat kekuasaan formal lemah atau gagal menangani krisis. Krisis Moneter di akhir 1990-an yang telah menghancurkan ekonomi Indonesia ternyata tidak sampai membuat Indonesia bubar.
"Hal ini dapat terjadi karena masih kuatnya struktur sosial yang menopang masyarakat Indonesia, mulai dari lembaga adat sampai organisasi keagamaan yang tumbuh subur di akar rumput sampai di level nasional", ujar Mas Hery.
Pemerintah berhutang budi kepada organisasi dan lembaga sosial dan keagamaan dalam menangani berbagai krisis yang pernah terjadi.
Mas Hery, yang juga mantan Wasekjen PBNU ini, berharap agar kerjasama antara rakyat dan pemerintah dapat mempercepat proses pemulihan ekonomi.
Sementara itu, pengusaha muda Bali, Ajik Krisna, yang turut menjadi narasumber dalam Dialog Kebangsaan ini menambahkan bahwa budaya Jineng atau lumbung yang berkembang di Bali dapat dipakai sebagai landasan untuk membuat manajemen persediaan yang berskala besar.