Beberapa hambatan tersebut seperti bea masuk anti dumping, tuduhan subsidi yang tidak adil dan hambatan lainnya.
"Saya sangat menghargai dorongan dan tekanan dari Kemendag yang telah membawa kasus-kasus ini pada level yang luar biasa. Indonesia paling proaktif di sawit," ucapnya.
Ia mengungkapkan, sebagai produsen sawit terbesar, gugatan di WTO adalah terkait kelapa sawit.
Pada 2013 digugat Uni Eropa atas tuduhan anti dumping dan tentang new renewable yang dikecualikan.
"Kita juga tengah menghadapi gugatan WTO tentang biodiesel, dari 2 gugatan fatty alkohol, 5 tahun berusaha menang. Kemudian Tentang bea masuk anti dumping biodisesl, tetapi dengan kemenangan ini UE 2019, ada lagi 2 kasus ttg energi terbarukan," pungkasnya. (*)