POJOKNEGERI.COM - Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto mengkaji ulang rencana ekspor listrik ke Singapura.
Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo mengatakan, pemerintah tengah mengkaji ulang rencana ekspor listrik ke Singapura, karena ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, khususnya terkait isu nilai tambah dan potensi kehilangan investasi di dalam negeri.
Menurutnya, rencana ekspor listrik ke Singapura, apalagi sumber energinya berbasis energi terbarukan, akan cenderung menguntungkan Negeri Singa tersebut.
Terlebih, Singapura ingin mengembangkan data center.
Padahal, Indonesia seharusnya bisa menjadi negara tempat investasi data center itu sendiri, sehingga tidak hanya mengekspor listrik.
"Ini dalam kajian pemerintah, saya tahu ini sedang dikaji (Kementerian) ESDM, ekspor listrik ke Singapura dan lain-lain. Ini ada masalah sedikit, pertimbangan pemerintah, ini AI (artificial intelligence), kita tahu di Singapura banyak data center yang diperlukan untuk mendukung Microsoft, Amazon, dan lain-lain. Mereka punya data center"
"Pemerintah Indonesia sedang mengkaji kalau data center hendaknya dibangun di Indonesia, Indonesia bangun data center, misalnya di Pulau Batam, Bintan, Karimun atau dari mana, nah ini nanti kita bagaimana bisa melayani Singapura, high value added kita yang layani Singapura. Saya kira kita harus kaji nanti ya"
Namun demikian, selain industri data center, dia mengakui ada industri-industri lain di Singapura yang memang memerlukan energi bersih sebagai pengurang emisi karbonnya, seperti industri kilang minyak.
Menurutnya, Indonesia akan berusaha untuk melayani kebutuhan energi bersih dari industri penghasil emisi tersebut.
Di lain pihak, Pihak Singapura bilang, pemerintah dan industri Singapura juga perlu, industri-industri lain yang bukan AI, bukan data center itu perlu juga, karena kenapa? Di Singapura ada kilang-kilang yang dimiliki oleh Exxon, Shell, itu kan jadi emiten polusi, itu yang harus kita layani.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan pihaknya akan mengkaji kembali rencana pemerintah untuk mengekspor listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) ke Singapura.
Bahlil mengatakan, pemerintah harus mempertimbangkan dan memprioritaskan kebutuhan listrik berbasis EBT untuk kepentingan dalam negeri terlebih dahulu, sebelum memutuskan untuk mengekspor listrik.
"Oh iya kita kan prinsipnya kan gak ada masalah, tapi kan kita harus berhati-hati kita harus kaji baik-baik ya. Kita harus melihat kepentingan kebutuhan nasional, kita kemudian kita lihat nilai ekonominya dengan kepentingan negara kita, setelah itu baru kita merumuskan ya kan," kata Bahlil Lahadalia dilansir dari CNBC.
Dia memastikan bahwa pemerintah akan mengutamakan kepentingan di dalam negeri terlebih dahulu.
Menurutnya, jika kebutuhan dalam negeri belum mencukupi atas listrik dari sumber EBT, maka dia pun akan mempertanyakan kenapa listrik EBT di Indonesia harus diekspor.
Seperti diketahui, pemerintah berencana untuk mengekspor listrik ke Singapura.
Hal ini ditandai dengan telah ditandatanganinya nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia dengan Singapura terkait ekspor listrik ke Singapura melalui agenda Announcement on Cross-Border Electricity Interconnection pada rangkaian acara Indonesia International Sustainability Forum, di JCC.
Pada era Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan sempat menyebut, Indonesia bakal mengekspor listrik yang berasal dari sumber Energi Baru dan Terbarukan (EBT) ke Singapura berkisar 2-3 Giga Watt (GW).
Menurut Luhut, kebijakan ekspor listrik ke Singapura sejalan dengan potensi EBT di Indonesia yang sangat besar, terutama dari sumber energi seperti tenaga surya.
Di samping itu, menurut Luhut, pemerintah juga berencana untuk membangun industri panel surya di dalam negeri.
Hal ini merupakan langkah strategis pemerintah dalam rangka memperkuat posisi negosiasi ekspor listrik bersih ke Singapura.
Luhut membeberkan kesepakatan tersebut memiliki nilai investasi mencapai US$ 20 miliar atau setara Rp 308,3 triliun (asumsi kurs Rp 15.418 per US$).
Rencana besarnya, Luhut mengatakan ekspor listrik tersebut akan dilakukan mulai tahun 2028 untuk 5 perusahaan yang termasuk dalam persetujuan, ditambah dengan ekspor listrik dari 2 konsorsium baru pada tahun 2030 mendatang.
Wilayah yang akan dijadikan sumber energi untuk bisa mengekspor listrik ke Singapura itu sendiri adalah dari wilayah Sumatera.
Di lain sisi, Menteri Tenaga Kerja & Menteri Kedua Perdagangan dan Industri Singapura Tan See Leng mengatakan, Indonesia akan mengekspor listrik ke Singapura sebesar 3,4 Giga Watt (GW) yang bersumber dari EBT khususnya dari energi surya.
Dia mengatakan penandatanganan MoU tersebut disertai dengan persetujuan bersyarat yang telah diberikan kepada lima perusahaan untuk mengimpor listrik rendah karbon sebesar 2 GW dari Indonesia ke Singapura seperti yang sudah disetujui sejak persetujuan antara Indonesia dengan Singapura pada tahun 2023 lalu.
Bedanya, di tahun ini, kesepakatan ekspor listrik tersebut bertambah 1 GW menjadi total sebesar 3,4 GW dari Indonesia ke Singapura.
Dia menyebutkan penambahan ekspor listrik dari Indonesia ke Singapura tersebut sejalan dengan penambahan target impor listrik Singapura dari yang sebelumnya sebesar 4 GW menjadi 6 GW pada tahun 2035 mendatang.
Ada pula, izin tambahan untuk ekspor dari dua konsorsium RI antara lain Total Energies RGE dan Shell Vena Energy Consortium.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan lima perusahaan yang telah mendapatkan persetujuan sejak tahun lalu adalah konsorsium Pacific Medco Solar Energy, Medco Power dengan Consortium partners, PacificLight Power Pte Ltd (PLP) and Gallant Venture Ltd, a Salim Group company, Adaro Green, dan TBS Energi Utama.