POJOKNEGERI.COM - Pencairan dana Jamrek menjadi persoalan berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kaltim, pada 2021 hasil pemeriksaan pertanggungjawaban Gubernur Kaltim 2020.
Dalam LHP BPK Nomor:24.B/LHP/XIX.SMD V/2021, tanggal 27 Mei 2021, pada poin permohonan pencairan jaminan dari perusahaan tambang batubara atau pemegang IUP/IUPK, terdapat mutasi keluar dana Jamrek senilai Rp219.088.300.152,76 tanpa dilengkapi dokumen.
Pada poin tersebut, tertera dana jaminan reklamasi (Jamrek) atau pasca tambang per 31 Desember 2020 yang dikelola oleh DPMPTSP Kaltim senilai Rp1.971.133.019.277,78. Terdapat mutasi keluar atas jaminan reklamasi sebesar Rp450.666.412.107,88 yang berasal dari deposito/bank garansi di DPMPTSP sebesar Rp446.175.053.990,88 dan penyerahan ESDM sebesar Rp4.492.358.117,00.
Dari mutasi Rp450.666.412.107,88 ada mutasi keluar yang patut di duga ada unsur perbuatan melawan hukum dan berpotensi merugikan negara yaitu Rp219.088.300.152,76.
Pencairan Rp219.088.300.152,76 tanpa dilengkapi dokumen.
Diketahui, kegiatan pengelolaan Jamrek pada 2020 masih berada di bawah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim.
Jaminan reklamasi tambang itu lalu diserahkan pada 56 perusahaan tambang batu bara yang telah melakukan reklamasi.
Namun, BPK Kaltim dalam pemeriksaannya tidak ditemukan satupun dokumen milik 56 perusahaan tersebut telah melakukan reklamasi di lokasi tambang batu bara bersangkutan.
“Mutasi keluar yang tidak bisa dibuktikan dengan dokumen sebesar Rp219.088.300.152,76,” sebut auditor BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
Dikonfirmasi terkait hal itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Syafruddin, menyebut pihaknya di Komisi III sudah pernah melakukan pembahasan terkait hal tersebut.
Udin sapaan akrabnya mengaku kebingungan terhadap LHP BPK Kaltim tersebut.
"Kami juga di DPRD Kaltim bingung juga, mis komunikasi juga dengan temuan BPK ini. Karena kami sudah bahas dengan DPMPTS kan. Sudah pernah kami bahas," paparnya.
Dari hasil RDP bersama DPMPTSP Kaltim, pihaknya memprediksi dana Jamrek senilai Rp219 miliar itu ada di kabupaten/kota.
Pasalnya, sebelum kewenangan beralih ke Pemprov Kaltim, kewenangan pengelolaan pertambangan termasuk Jamrek juga ada di kabupaten/kota.
Khususnya izin-izin pertambangan yang dikeluarkan oleh kabupaten/kota.
"Mereka (DPMPTSP) juga kebingungan terhadap audit BPK itu. Karena tidak semua kewenangan pengelolaan Jamrek itu ada di provinsi. Apalagi IUP yang diberikan izinnya dari kabupaten/kota," jelasnya.
"Sudah pernah dibahas di DPRD bersama DPMPTSP Kaltim, memang kewajiban Jamrek itu (Rp219 miliar) ada di kabupaten/kota. Karena sebelum kewenangan izin termasuk Jamrek berpindah ke provinsi," lanjutnya.
Menurutnya, sebelum kewenangan kembali beralih dari provinsi ke pemerintah pusat, pihak DPMPTSP melakukan sinkronisasi data.
Dalam sinkronisasi data itulah angka Rp219 miliar dana Jamrek tidak diketahui dokumennya.
"Provinsi hanya sinkronisasi data saja, berapa kewajiban perusahaan ini perusahaan itu untuk menyimpan dana jaminan reklamasinya. Tinggal kabupaten/kota-nya. Karena sebagian dana Jamrek itu dikelola mereka, sebagian Kaltim," tegasnya.
(redaksi)