“Di negara kita bulu tangkis adalah satu-satunya olahraga yang memiliki pusat latihan nasional,” kata Happy.
“Kami juga memiliki asrama. Jadi pemain bulu tangkis kami bisa berlatih di sana tanpa gangguan sepanjang tahun. Bahkan saat pandemi. Yang harus mereka lakukan adalah fokus pada pelatihan mereka.” ujarnya.
Happy menempatkan kecintaan Asia pada bulu tangkis juga dikarenaka aksesibilitas dan reputasinya sebagai olahraga yang dapat dimainkan oleh siapa saja, di mana saja.
“Ketika saya masih kecil, saya bisa memainkannya di depan rumah saya,” katanya.
“Orang terkadang bermain di gang kecil. Bayangkan jika itu tenis, Anda akan membutuhkan lapangan yang lebih besar, dan lapangan yang lebih baik, dan alat yang lebih mahal. Tapi dengan bulu tangkis saat shuttlecock sudah aus, anak-anak masih bisa memainkannya,” ujarnya.
Happy juga mengatakan dia percaya itu juga memungkinkan atlet Asia untuk bermain dengan kekuatan mereka.
“Olahraga ini tidak membutuhkan seseorang yang memiliki tubuh tinggi atau tegap. Tidak apa-apa kalau kecil asal lincah dan atletis,” ujarnya.
Gairah yang dirasakan banyak orang
Pecinta bulu tangkis Indonesia juga mencurahkan seluruh uang mereka untuk menonton dan mendukung pahlawan nasional mereka.
Sebagai mahasiswa di Jawa Timur, Arofah biasa menabung uang sakunya agar bisa jalan-jalan ke Jakarta bersama kedua sahabatnya untuk menonton pertandingan bulu tangkis secara langsung, berbagi kamar hotel agar perjalanan lebih terjangkau
Salah satu perjalanan paling berkesan baginya adalah saat digelarnya Total Badminton World Federation (BWF) pada tahun 2015.
“Suatu hari kami menghabiskan lebih dari 12 jam di dalam stadion Istora, menonton turnamen kelas dunia ini,” kata Arofah.
“Itu sangat berharga. Tidak ada yang mengalahkan perasaan berdiri di sana dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia dengan seluruh stadion. Saya tidak akan pernah melupakan itu.” katanya.
Kecintaan masyarakat Indonesia terhadap bulu tangkis bukan tanpa patah hati. Suporter telah melihat pasang surut timnas Indonesia, termasuk di tahun 2012 ketika timnas tidak membawa pulang medali dari Olimpiade London.
Djoko Pekik Irianto, pakar olahraga dari Universitas Negeri Yogyakarta, mengatakan penting bagi Indonesia untuk memastikan ada pemain muda yang naik peringkat untuk memastikan kesuksesan internasional yang berkelanjutan. Dalam hal ini adalah regenerasi.
“Ganda putra bangsa kita didominasi oleh pemain lama kita seperti Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan,” kata Irianto.
Ahsan dan Hendra kini masing-masing berusia 33 dan 36 tahun. Hingga Selasa, mereka saat ini berada di peringkat kedua untuk ganda putra di Peringkat Dunia BWF, di belakang Marcus Fernaldi Gideon yang berusia 30 tahun dan Kevin Sanjaya Sukamuljo yang berusia 24 tahun, yang juga dari Indonesia