POJOKNEGERI.COM - Pasca-munculnya Bjorka, hal yang biasa jika isunya berkembang kemana-mana. Sebagaimana trend masyarakat kita, senang sekali dengan pemberitaan yang konspiratif dan gosip.
Kondisi ini didukung oleh sedikit perubahan gaya pemberitaan media massa yang juga lebih senang gosip, dan selalu menggunakan metode running news. Sejak awal pribadi saya melihat kasus Bjorka, belakangan sepertinya masih sangat terkendali, memang ada yang menggerakan sesuai arahan.
Sedari awal saya juga berkeyakinan bahwa Bjorka ini bukanlah hacker, jika melihat cara-cara kerja hacker yang selama ini saya pahami. Mereka cenderung sangat tertutup. Yang bisa mendeteksi ya sesama mereka.
Alasan lain kenapa Bjorka bukan hacker, sebab data-data yang dibocorkan tidak utuh, belum bisa dipastikan kevalidannya. Semisal, ketika Bjorkan membocorkan kasus Munir, dia memampang foto Muchdi PR. Bagi masyarakat yang mengonsumsi pemberitaan kasus Munir, sebenarnya sudah tahu kalau dugaan dalangnya diarahkan ke Muchdi PR.
Muchdi PR sendiri pernah dihadirkan sebagai di pengadilan kala itu, kalau tidak salah sebagai saksi dengan terdakwa Pollycarpus Budihari Priyanto (Pilot Maskapai Garuda). Ketika Bjorka membeberkan bahwa Muchdi menggerakan jaringan non organik sebenarnya informasi masih tersebut sudah terdengar.
Bahkan konspirasi pembunuhan Munir juga dikait-kaitkan dengan tuduhan almarhum sebagai mata-mata asing juga sempat mencuat. Wajar jika ada penilaian seperti itu, sebab Munir sangat tegas menyuarakan isu-isu kekerasan dan pelanggaran HAM, yang kala itu negara kita sedang mengalami transisi dari rezim orde baru ke reformasi. Jadi, isu-isu tentang kekerasan dan pelanggaran HAM masih sangat sensitif.
Ada ketidakinginan agar kasus-kasus pelanggaran HAM tidak terekspos di dunia internasional, atau bahkan sampai di peradilan internasional. Jadi bisa saja, para pelaku pembunuhan Munir beranggapan, bahwa hal ini adalah keselamatan negara, kerahasiaan negara, kedaulatan negara, macam-macam lah.
Artinya, apa yang dibeberkan Bjorka, sepertinya kurang eksklusif, kurang istimewa. Kalau hanya sekadar data-data pribadi, sedari dulu juga sudah kerap terjadi data-data pribadi publik bocor. Hanya bedanya, yang dibeberkan Bjorka kali ini sejumlah pihak-pihak yang memiliki pengaruh. Tapi sekali lagi masih dalam “pantauan” si pemberi perintah.
Alangkah wajar, jika kasus Bjorka banyak publik yang memandangnya hanya digunakan sebagai pengalihan isu. Ya itu tadi, memanfaatkan kecenderungan masyarakat kita yang senang dengan sesuatu yang konspiratif dan gosip.
Pengalihan isu apa? Ya…banyak lah yang beredar hari ini, dan saya rasa kita semua mengetahuinya. Mulai isu kenaikan harga BBM, kasus Sambo beserta Satgasusnya dan lainnya yang sempat menjadi isu seksi.
Isu lainnya yang berkembang di publik adalah mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi misalnya, atau RUU Keamanan Siber. Meskipun menurut saya, dua RUU ini sangat lah penting untuk segera dibahas dan disahkan. Atau bisa jadi ada kelompok tertentu yang bergerak di bidang siber melakukan posisi tawar untuk pencairan anggaran mengenai keamanan siber negara.
Jadi bisa saja, pandangan publik mengenai Bjorka ini benar adanya, hanya glorifikasi di media massa, namun tetap terkendali oleh si pengendali. Entahlah,…!
Kita lihat saja perkembangannya dua pekan ke depan.
Dari Bjorka ke isu gunting pita
Setelah AHY mengeluarkan pernyataan “gunting pita,” gayung bersambut oleh sang Ayah, SBY yang secara tiba-tiba dia akan “turun gunung” dengan alasan ada indikasi Pemilu 2024 berlangsung dengan tidak jujur dan adil alias curang.
Meski arahnya sebenarnya sudah terbaca, entah karena AHY “gak bunyi” atau karena SBY ingin mengembalikan kembali kejayaan Partai Demokrat yang kabarnya pada Pemilu 2019 lalu memperoleh 7 persen suara, terus turun.
Atau, bisa jadi ingin membantu AHY dalam penjajakan koalisi. Jadi isu “ada indikasi Pemilu 2024 tidak jujur dan adil” hanya isu pintu masuk menguji eksistensinya/daya ukur dalam eskalasi politik menjelang 2024.
Sekali lagi, ini hanya tentang “politik bunyi-bunyian.”
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)