POJOKNEGERI.COM - Perkiraan tentang seteru Rusia – Ukraina sedikit menjadi kenyataan.
Sedari awal saya berkeyakinan, ini bukan hanya soal Ukraina, tapi lebih pada “adu jotos” Rusia dan Amerika Serikat (AS), Ukraina hanya menjadi “ring tinju.”
Kedua negara yang sama-sama punya pengalaman sebagai “pemain.”
Banyak kalangan ahli politik internasional mengemukakan, bahwa ini soal Rusia yang merasa negaranya bakal “dimata-matai” lebih dekat ketika Ukraina benar-benar bergabung dengan North Atlantic Treaty Organization (NATO) atau lebih dikenal dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara.
Di lain sisi, Rusia ingin mengembalikan kembali kejayaannya dengan tetap mengendalikan negara-negara pecahan Uni Soviet.
Bisa jadi, ketika Ukraina bergabung NATO, maka bisa berdiri pangkalan militer di sana.
Inilah mungkin yang menjadi salah satu faktor kenapa Rusia memperingatkan Ukraina. Lantas dimana keterlibatan AS dalam konflik Rusia – Ukraina ini. Saya pribadi sempat menunggu lama kegeraman negara – negeri Paman Sam itu.
Nah, di pekan ini apa yang saya tunggu-tunggu akhirnya datang juga. AS belakangan diduga mengirim milisi-milisi ISIS dan Al Qaida yang bermarkas di Suriah.
Milisi yang sebenarnya oleh saya ini lebih tepat bisa disebut para tentara bayaran.
Jauh-jauh hari, saya membaca informasi yang menyebutkan Wakil Menlu Suriah, Bashar Jaafari sudah memperingatkan akan hal ini. Kenapa Jaafari berani bicara seperti itu, lantara Suriah telah lama mengetahui rencana AS mengirimkan milisi ke kawasan konflik lainnya, seperti Afghanistan.
Dan itu terjadi kan di Afghanistan, artinya sangat mungkin AS akan mengirim para tentara bayaran ini ke Ukraina.
Benar saja, dalam sebuah artikel yang ditulis Dina Sulaeman, pemerhati kajian politik Timur Tengah, melaporkan sebuah artikel yang dilaporkan Al Mayadeen, para milisi yang dikirim ke Ukraina tersebut dari Idlib, yakni kelompok Hay’at Tahrir al Syam (HTS) sudah tiba di Ukraina.
HTS ini tak lain adalah reinkarnasi dari Jabhah al Nusra (JN) yang masuk list PBB sebagai organisasi teroris. Organisasi JN ini punya “hubungan darah” dengan Al Qaeda.
Apakah di Indonesia ada pihak-pihak atau kelompok-kelompok yang menyerukan jihad ke Ukraina atas nama agama lagi? Kita tunggu saja, sambil memastikan apakah ada isu yang diframing oleh kelompok kepentingan itu dengan menyebut “Rusia anti Islam,” atau menyebut Putin sebagai “Penjahat Perang.”
Di sisi lain Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menunggu kepastian apakah NATO menerima Ukraina.
Alih-alih mendapatkan jawaban, justru sekarang Ukraina malah menjadi “ladang pembantaian” antara Rusia, Ukraina, dan para tentara bayaran. Sebuah harga mahal untuk bergabung ke Eropa Barat. Kendati ada informasi yang menjelaskan Rusia terkadang juga melibatkan milisi “tentara bayaran” dalam setiap skema invasinya.
Belum selesai mengenai tentara bayaran ini, eh….muncul isu terkait “laboratorium rahasia” di Ukraina yang lagi-lagi disebut diback-up oleh AS.
Wakil Menlu AS bidang Politik Victoria Nuland pernah menyebut bahwa Ukraina memiliki “fasilitas biologi.” Apakah lantas AS mengaku? Oh…nanti dulu. Padahal banyak pengamat politik luar negeri menyebut Nuland ini adalah salah satu sosok pengendali konflik Rusia – Ukraina.
Nuland ini dari beberapa informasi terbuka, adalah anggota dewan National Endowment for Democracy (NED), sebuah organisasi yang banyak mendanai proyek “demokratisasi” di berbagai negara.
Organisasi ini kerap menggerakkan demonstran yang memprotes pemerintahan sebuah negara, jika sudah tidak bisa diatur lagi oleh AS dengan isu “pemerintah anti demokrasi harus ditumbangkan.”
Kita lanjut ke lab biologi rahasia. Laboratorium biologi rahasia ini juga pernah terungkap di Indonesia, yakni NAMRU, yang kemudian dibubarkan oleh mantan Menkes Siti Fadilah Supari. Pertanyaannya kemudian apakah ada NAMRU-2? Entahlah….!
Memang, kabar Pentagon banyak membiayai biolab sudah sering terdengar. Termasuk lab biologi rahasia di Ukraina didanai oleh DTRA (Defense Threat Reduction Agency) yang telah menggelontorkan dana 80 juta dollar AS. Dana ini jatuh ke kontraktor asal AS, Black & Veatch Special Project Corp dan perusahaan ini dekat dengan Pentagon.
Di Indonesia
Bedanya dengan Indonesia, kita sekarang diperhadapkan dengan “para aktor bayaran” yang didanai asing untuk mengadu domba umat muslim dengan non muslim.
Ada orang muslim mendadak mengaku pendeta, sebaliknya, tiba-tiba ada mualaf yang jadi pendakwah. Keduanya sama-sama menyuarakan kebencian atas nama agama.
Ambil contoh yang terbaru adalah Saifuddin Ibrahim yang mengaku pendeta. Saifuddin meminta agar 300 ayat di dalam al-Qur’an dihapuskan karena dianggap sebagai bentuk kekerasan.
Padahal dalam memaknai kitab suci apapun, sudah tidak bisa lagi dilihat secara tekstual, tapi harus juga kontekstual. Belakangan setelah ditelusuri banyak pihak Saifuddin ini adalah mantan pentolan aktivis NII (Negara Islam Indonesia) yang sejarahnya didirikan oleh Sekarmaji Maridjan Kartoesoewirjo.
Jadi kita harus hati-hati membaca fenomena sekarang, jangan-jangan mereka ini agen asing, agen ganda yang ditugaskan untuk kerap membangun adu domba dengan isu agama.
Terlepas apa kepentingannya masing-masing negara, pastinya yang menjadi korban adalah warga umum.
-----
Ditulis oleh Sonny Majid, Pembelajar dari Lingkar Kaji Isu-Isu Strategis
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)