"Jadi, ini masih jauh dari kemungkinan menjadi pandemi," sambungnya lagi.
Meski begitu, Dicky mengingatkan bahwa LayV memiliki potensi yang cukup berbahaya seperti virus lainnya. Apalagi, virus ini masih satu keluarga dengan virus nipah yang memiliki angka kematian hingga 70%.
Virus LayV sendiri pertama kali dilaporkan dalam sebuah studi berjudul A Zoonotic Henipavirus in Febrile Patients in China yang dirilis pada pekan lalu. Studi itu membahas soal henipavirus baru yang berhubungan dengan penyakit penyebab demam pada manusia yang teridentifikasi di China.
Henipavirus dapat menyebabkan penyakit parah pada hewan dan manusia dan diklasifikasikan sebagai virus biosafety Level 4 dengan tingkat kematian kasus antara 40%-75%, menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Virus LayV bisa menyebabkan kematian dengan tingkat resiko yang lebih tinggi dari Covid-19. Namun, saat ini tidak ada vaksin atau pengobatan untuk Henipavirus dan satu-satunya pengobatan adalah perawatan suportif untuk menyembuhkan gejala komplikasi.
(redaksi)