Makmur HAPK juga tak melanggar Peraturan Organisasi Partai Golkar maupun peraturan perundangan- undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana telah ditegaskan dalam PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Hal ini lah yang membuat Makmur HAPK sempat bertanya dalam wawancara kepada awak media beberapa lalu, mengenai apa alasan ia diganti.
"Salah saya apa," ujar Makmur HAPK kepada awak media saat itu.
3. Makmur HAPK tak langgar aturan
Dijabarkan lagi dalam gugatan, sebagaimana diatur dalam AD/ART Partai Golkar dan/atau dalam peraturan perundang-undangan mengenai alasan pergantian Makmur HAPK dari jabatan Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Timur.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota bahwa masa jabatan Pimpinan DPRD terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji pimpinan dan berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan keanggotaan DPRD.
Diatur pula bahwa pimpinan DPRD berhenti dari jabatannya sebelum berakhir masa jabatannya karena, meninggal dunia, mengundurkan diri, diberhentikan sebagai anggota DPRD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau diberhentikan sebagai pimpinan DPRD.
Selain itu, diatur pula bahwa pimpinan DPRD diberhentikan sebagai Pimpinan DPRD dalam hal, terbukti melanggar sumpah/janji jabatan dan Kode Etik berdasarkan keputusan badan kehormatan; atau partai politik yang bersangkutan mengusulkan pemberhentian yang bersangkutan sebagai Pimpinan DPRD sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
"Dalam aturan-aturan itu, tak ada yang Makmur HAPK langgar," ujar Sinar Alam pihak dari Kuasa Hukum Makmur HAPK.
4. Pihak Fraksi Golkar di dewan disebut tak pernah memanggil rapat Makmur HAPK
Disampaikan bahwa tergugugat III (Fraksi Golkar di DPRD Kaltim) tidak pernah memanggil rapat atau memberitahukan atas alasan apa yang secara sah dan berdasar hukum yang Makmur HAPK lakukan baik sebagai Ketua DPRD Provinsi Kaltim maupun sebagai Anggota Fraksi Partai Golkar Kaltim.
"Setelah itu, tergugat III (Fraksi Golkar di DPRD Kaltim) tetap mengusulkan pemberhetian Makmur HAPK. walaupun Tergugat III mengetahui bahwa pemberhentian Pimpinan DPRD hanya dapat dilakukan melalui prosedur dan mekanisme yang sah dan memenuhi syarat dan ketentuan peraturan perundangundangan sebagaimana diatur dalam Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota," ujar Sinar Alam.
"Untuk itu, maka perbuatan tergugat III secara jelas dan terang selain bertentangan prosedur, bertentangan hak hukum penggugat, juga melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan," lanjut Sinar Alam.
5. Surat Usulan Pergantian Makmur HAPK dianggap tidak sah
Adanya Surat Tergugat II (DPD Golkar Kaltim) Nomor : 108/DPD/GOLKAR/KT/III/2021, tanggal 15 Maret 2021 perihal Usulan Pergantian Ketua DPRD Kaltim Periode Tahun 2019-2024 yang ditujukan kepada Tergugat I (DPP Golkar) juga dijelaskan.
Dijelaskan Sinar bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (3) Keputusan Rapat Pimpinan Nasional V Partai Golongan Karya Tahun 2010 Nomor : 02/RAPIMNAS-V/GOLKAR/XI/2013 Tentang Rekomendasi Bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan Partai Golongan Karya sebagaimana dijelaskan di atas, maka rapat pleno yang dimaksud oleh Tergugat II dalam Surat Tergugat II Nomor : 108/A.201-LPR/GOLKAR/KT/III/202 tanggal 15 Maret 2021adalah tidak sah karena tidak dihadiri oleh unsur Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya yang diberi mandat untuk itu.
6. Respon Golkar Kaltim