POJOKNEGERI.COM - BRICS yang dalam beberapa tahun ke belakang tengah berkembang dengan merekrut sejumlah negara baru, kini seakan mulai terancam dengan kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih.
Pada masa kampanye, Trump dengan tegas memperingatkan negara-negara BRICS tentang tarif 100% atas rencana mata uang baru untuk menantang dolar AS .
Kebanyakan ekonom sepakat bahwa sistem keuangan yang didominasi dolar memberi Amerika Serikat keuntungan ekonomi yang besar, termasuk biaya pinjaman yang lebih rendah, kemampuan untuk mempertahankan defisit fiskal yang lebih besar dan stabilitas nilai tukar. Apakah BRICS akan Terpecah usai Diancam Trump?
Terkait ancaman serius dari Trump, para anggota BRICS seakan mulai ketar-ketir. Contohnya seperti India yang menjelaskan jika mereka tidak akan sepenuhnya meninggalkan dolar.
India tidak mendukung penciptaan mata uang bersama di antara sembilan negara yang tergabung dalam BRICS, namun India berusaha untuk meningkatkan perdagangan dalam mata uang lokalnya, menurut sejumlah analis di New Delhi.
Tidak hanya India, pemerintah Afrika Selatan juga menegaskan tidak ada rencana untuk menciptakan mata uang BRICS, dan menyalahkan "pelaporan yang salah baru-baru ini" karena menyebarkan narasi yang salah.
Hal ini menimbulkan spekulasi jika akan terjadi perpecahan di dalam kubu BRICS. Namun apakah itu adalah kemungkinan yang akan terjadi di masa depan? Meski bisa saja terjadi, ancaman Trump ini justru dapat memperburuk hubungan dengan negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia, yang merupakan beberapa mitra dagang utama AS.
Juru bicara pemerintah Rusia, Dmitry Peskov mengatakan, tren semakin menguat terhadap dolar sebagai mata uang cadangan, seraya mengatakan bahwa "semakin banyak negara beralih menggunakan mata uang nasional dalam perdagangan dan aktivitas ekonomi luar negeri mereka."
Sejumlah Anggota BRICS Optimistis Trump Tidak akan Menghalangi BRICS Dilansir dari TASS, kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih pada Januari 2025 tidak akan menghalangi perkembangan BRICS.
Negara-negara anggota akan terus memperkuat kerja sama ekonomi, terlepas dari kebijakan pemerintahan baru AS, kata Jose Juan Sanches, presiden lembaga analisis Brasil CMA Group, kepada TASS.
"Kita dapat mendekati masalah ini dari dua perspektif: ekonomi dan politik. Dari sudut pandang ekonomi, yang perkembangannya semata-mata bergantung pada situasi pasar global, tidak akan ada masalah," katanya, menanggapi pertanyaan tentang masa depan BRICS di bawah kepemimpinan Trump.
Namun, analis tersebut mengakui bahwa di bawah presiden baru, Amerika Serikat mungkin akan berupaya menghalangi perluasan BRICS lebih lanjut, khususnya penyertaan negara-negara mitra ke dalam kerangka "BRICS Plus".
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan jika ancaman Trump kemungkinan memang bisa membuat BRICS terpecah. Namun jika ancaman itu diberlakukan, satu hal yang pasti adalah akan semakin banyak negara yang mulai menentang monopoli Barat.
(*)