DPRD Kaltim Soroti Keterlambatan Pembangunan Jalan Tering–Ujoh Bilang, Ekti Imanuel Minta Kontraktor Bertanggung Jawab

POJOKNEGERI.COM – DPRD Kaltim menyoroti keterlambatan pembangunan jalan penghubung Tering–Ujoh Bilang di wilayah pedalaman Kalimantan Timur (Kaltim).
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Bagaimana tidak, sejumlah segmen jalan yang seharusnya menjadi urat nadi transportasi antara Kabupaten Kutai Barat (Kubar) dan Mahakam Ulu (Mahulu) dilaporkan mengalami keterlambatan signifikan.
Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel, menilai progres pembangunan di lapangan belum menunjukkan hasil memadai, meski pemerintah telah menyalurkan anggaran dalam jumlah besar dan kontraktor menerima uang muka pekerjaan.
“Segmen 1 progresnya sudah sekitar 80 persen, dan kami optimis bisa selesai dalam dua bulan ke depan. Tapi Segmen 2 ini sangat memprihatinkan—baru 17 persen. Ini sudah kami ingatkan sejak monitoring pertama,” tegas Ekti, saat ditemui di Samarinda, Rabu (22/10/2025).
Dari hasil peninjauan lapangan yang dilakukan tim DPRD, kendala utama keterlambatan proyek berada pada aspek pengadaan material. Di beberapa titik, kontraktor kesulitan menyediakan batu pecah (tracer) yang menjadi bahan utama perkerasan jalan.
“Padahal sejak awal sudah diwajibkan setiap segmen punya pemecah batu sendiri. Tujuannya supaya distribusi material tidak jadi masalah. Tapi kenyataannya, banyak yang masih bergantung pada suplai dari luar,” jelas Ekti.
Pembangunan jalan Tering–Ujoh Bilang terbagi menjadi empat segmen utama. Dari keempatnya, Segmen 3 dinilai masih dalam jalur yang baik dengan capaian sekitar 60 persen dan diyakini dapat rampung sesuai jadwal. Namun, Segmen 4 menghadapi situasi serupa dengan Segmen 2: progres baru mencapai 23 persen dan terhambat masalah material di lapangan.
“Dua segmen itu yang paling kritis. Kalau tidak ada percepatan dalam waktu dekat, saya ragu bisa selesai tepat waktu,” ujarnya.
Ekti menegaskan bahwa proyek strategis ini merupakan tanggung jawab Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, dengan rata-rata pagu anggaran per segmen mencapai Rp48–49 miliar. Jalan ini juga menjadi bagian dari konektivitas penting yang menghubungkan dua kabupaten di wilayah hulu Sungai Mahakam.
“Ini bukan proyek kecil. Nilainya besar dan menyangkut kepentingan masyarakat luas. Ada dana APBD provinsi, kabupaten, hingga APBN yang ikut menopang pembangunan di kawasan perbatasan. Jadi, tidak boleh ada kelalaian,” tegas politisi Partai Gerindra tersebut.
Pihaknya mengingatkan, proyek dengan dana publik semestinya dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Apalagi, waktu kontrak yang diberikan hanya enam bulan kerja, sementara kini tersisa sekitar 70 hari sebelum batas akhir pengerjaan di bulan Desember.
“Kalau tidak ada progres signifikan, kami akan panggil kontraktornya. Mereka harus bisa menjelaskan apa penyebab keterlambatan dan bagaimana rencana mereka untuk mempercepat pekerjaan,” ujarnya tegas.
Bagi masyarakat Kutai Barat dan Mahakam Ulu, jalan Tering–Ujoh Bilang adalah akses vital. Jalur tersebut menjadi penghubung utama distribusi barang, transportasi masyarakat, hingga mobilitas ekonomi pedesaan di kawasan hulu.
Keterlambatan pembangunan membuat warga di dua kabupaten itu harus tetap bergantung pada jalur sungai yang memakan waktu dan biaya tinggi. Dalam beberapa kasus, harga bahan kebutuhan pokok di pedalaman Mahulu melonjak akibat sulitnya distribusi.
“Kalau jalan ini selesai, ekonomi masyarakat bisa terbantu. Tapi kalau lambat seperti ini, dampaknya langsung ke rakyat. Karena itu kami tidak bisa diam,” ujar Ekti.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur di wilayah perbatasan bukan sekadar proyek fisik, melainkan bagian dari upaya pemerataan pembangunan antarwilayah.
“Selama ini daerah hulu selalu tertinggal karena akses yang sulit. Jalan Tering–Ujoh Bilang adalah simbol kehadiran negara. Jadi kami ingin pengerjaannya serius,” tambahnya.
DPRD Kaltim memastikan akan menggelar rapat evaluasi dengan melibatkan kontraktor pelaksana, Dinas Pekerjaan Umum, dan Biro Pengadaan Barang dan Jasa. Evaluasi tersebut akan menilai apakah keterlambatan disebabkan faktor teknis, kelalaian, atau manajemen yang tidak profesional.
“Kalau masalahnya di kontraktor, ya harus ada konsekuensi. Jangan sampai uang negara keluar, tapi hasilnya tidak sebanding,” tegas Ekti.
Ia menambahkan, laporan lengkap hasil monitoring juga telah disampaikan kepada Gubernur Kaltim, sebagai bahan evaluasi dan tindak lanjut pemerintah daerah.
“Kami ingin proyek ini tuntas dengan kualitas yang baik. Kalau kontraktor tidak sanggup, ya harus kita evaluasi sejak dini agar tidak berlarut-larut,” ujarnya.
Menanti Komitmen Akhir Tahun
Waktu terus berjalan, dan Desember akan menjadi ujian bagi seluruh pihak terkait. DPRD Kaltim menegaskan akan turun kembali melakukan monitoring akhir tahun untuk memastikan setiap segmen menunjukkan progres nyata.
“Harapan kami, nanti pada evaluasi terakhir semua sudah lebih baik. Tapi kalau kondisinya stagnan, tentu harus ada tindakan tegas. Jangan sampai proyek ini menjadi contoh buruk dalam tata kelola pembangunan di daerah,” tutup Ekti.
Dengan nilai proyek mencapai ratusan miliar dan dampak strategis yang begitu besar bagi masyarakat perbatasan, publik kini menanti bagaimana komitmen pemerintah dan kontraktor diwujudkan di lapangan. Sebab, jalan Tering–Ujoh Bilang bukan sekadar soal infrastruktur—melainkan tentang akses, pemerataan, dan keadilan pembangunan di Kalimantan Timur.
(tim redaksi)