POJOKNEGERI.COM - Anggota DPRD Samarinda menilai kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) dari tempat penginapan di Kota Samarinda belum berjalan maksimal.
Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Joni Sinatra Ginting mengatakan, sejumlah klausul dalam Perda 09/2019 tentang perubahan kedua atas Perda 4/2011 Kota Samarinda kini sedang dalam kajian pihaknya.
"Kami melengkapi, karena banyak soal di Perda sebelumnya," ujar Joni Sinatra saat wawancara.
Ia juga mengatakan, bahwa regulasi yang mengatur skema penyaluran pajak dari rumah penginapan seperti hotel melati dan rumah kos di Samarinda masih belum maksimal, membuat serapan pajak dari sektor tempat penginapan tak berjalan optimal.
"Misalnya, kos-kosan yang dapat dikenai pajak hanya di atas 11 kamar, itu perlu ditinjau ulang. Kadang pengusaha menyikapi hanya akan membuat 10 kamar agar tidak kena pajak," ucap Joni.
"Adapun revisi peraturan yang ada saat ini turut didasari kunjungan pihaknya beberapa waktu lalu di Kota Malang dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)," lanjut Joni
"Serapan pajak mereka itu luar biasa, makanya kami sedang kaji ini. Kita punya perda, tapi kalau (pajak) tidak masuk apa-apa ke pemkot ya buat apa?," tegas Joni
Ditemui terpisah, Kasubit Pajak Hotel, PPJ, dan Mineral Bukan Batuan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Samarinda, Helmi menjelaskan, hingga 12 September 2022 PAD yang masuk dari losmen/rumah penginapan/pesanggrahan/rumah kos di Kota Samarinda sebesar Rp 464 juta.
Angka tersebut melebihi dari target di APBD Murni 2022 sebesar Rp 387 juta.
Berdasarkan Pasal 6 dalam Perda 09/2019 dijelaskan Helmi, tarif pajak yang diambil dari rumah kos dengan 11-20 kamar adalah sebesar 5 persen.
Kemudian rumah kos di atas 20 kamar 7 persen, dan hotel sebesar 10 persen dari total penghasilan.
"Itu sudah berjalan sejak tahun 2011 lalu. Terkahir kali (Perda, Red) yang direvisi itu 2019, karena rumah kos minta diturunkan dari 10 persen turun ke 7 sampai 5 persen," ujar Helmi saat wawancara.
(advertorial)