POJOKNEGERI.COM - Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilau Partai Demokrat akan sulit membangun koalisi baru bersama Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Persatuan Pembangunan.
Ujang membeberkan tiga alasan, pertama, PKS sudah dipastikan akan melekat kepada Anies.
Kedua, ia melihat PPP akan tetap merapat ke PDI Perjuangan setelah Kementerian Hukum dan HAM menerbitkan Surat Keputusan (SK) kepada Mardiono sebagai Pelaksana Tugas Ketum PPP.
Ketiga, Ujang mengatakan apabila memang koalisi ini terbentuk, maka tidak ada bakal calon presiden yang diunggulkan.
Sandiaga dan AHY dianggap tak bisa memiliki elektabilitas yang besar sebagai capres
Ia mengatakan Sandiaga Uno memiliki elektabilitas pada cawapres, bukan capres.
Sama seperti elektabilitas Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang hanya masuk bursa cawapres.
“Kalau tidak ada capres unggulan maka percuma koalisi tidak akan menang, maka akan tumbang,” tutur Ujang Komarudin, dikutip dari Tempo.co.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Herman Khaeron, mengakui kecil kemungkinan partainya membentuk koalisi baru ketimbang bergabung dengan koalisi yang sudah ada.
Herman menjawab diplomatis ketika ditanya apakah akan membentuk koalisi baru.
Ia mengatakan dalam politik segalanya serba mungkin.
Dia menilai nasib soal ada atau tidaknya koalisi baru bergantung pada takdir dari Tuhan.
“Tapi kemungkinannya menurut saya sangat kecil ya dibandingkan dengan kepada dua koalisi yang sudah pasti,” jelas Herman Khaeron.
Herman mengatakan partainya berpikir rasional untuk menawarkan syarat jika bergabung dengan koalisi.
Sebelumnya, ketika membentuk Koalisi Perubahan bersama NasDem dan PKS, Herman menyatakan mereka memang merintis dari awal.
Herman juga mengatakan arah koalisi Partai Demokrat, setelah mereka keluar dari Koalisi Perubahan, akan ditentukan pada rapat pimpinan nasional (Rapimnas).
Ia mengatakan awalnya Rapimnas itu dijadwalkan pada 13-14 September 2023, namun belakangan terjadi perubahan jadwal. Ia menjelaskan jadwal rapimnas menunggu arahan dari AHY.
Partai Demokrat yang keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan masih belum memutuskan bagaimana arah koalisi-nya.
Partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu memiliki dua pilihan.
Pertama, bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju untuk mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden.
Kedua, bergabung dengan koalisi yang dipimpin oleh PDI Perjuangan yang mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden.
Sementara itu, Siti Zuhro, peneliti ahli utama BRIN, berpendapat bahwa Partai Demokrat memiliki kalkulasi politik untuk menentukan arah dukungan mereka di Pilpres 2024.
Namun, dia berpendapat bahwa akan lebih logis bagi Partai Demokrat untuk bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju.
"Dari perspektif publik, opsi bergabung dengan Partai Gerindra yang oke dan masuk akal," ungkap Siti Zuhro.
Dia menyatakan bahwa Demokrat telah melakukan kalkulasi politik untuk menentukan poros mana yang akan menguntungkan partai mereka dari dua opsi yang tersedia.
Siti melihat kemungkinan Demokrat bergabung dengan PDIP dalam koalisi.
Namun, dia berpendapat bahwa untuk meningkatkan hubungan kedua parpol, proses komunikasi politik dan berbagai penyesuaian harus dilakukan.
Siti Zuhro menjelaskan bahwa keadaan akan berbeda jika Demokrat bergabung dengan Gerindra karena komunikasi politik dan penyesuaian tidak membutuhkan waktu yang lama.
Dia menyatakan bahwa ini disebabkan oleh komunikasi politik yang sudah ada antara Demokrat dan Gerindra, serta sejarah koalisi di pemilu sebelumnya antara kedua partai tersebut.
(redaksi)