POJOKNEGERI.COM – Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menepis tegas tudingan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda menimbun dana daerah di bank.
Ia menegaskan, posisi kas daerah sebesar Rp1,48 triliun yang tercatat di Bank Indonesia hingga 30 September 2025 bukanlah bentuk pengendapan, melainkan bagian dari siklus normal pengelolaan keuangan daerah sesuai tahun anggaran.
“Tidak ada dana yang diendapkan, uang yang ada di Kota Samarinda itu ada di RKUD, yaitu rekening milik pemerintah di Bank Pembangunan Daerah Kaltimtara. Dana itu bergerak terus dari Januari sampai Desember, melalui mekanisme triwulan satu sampai empat,” tegas Andi Harun.
Menurutnya, anggapan bahwa dana daerah “mengendap” di bank karena tidak dimanfaatkan adalah tafsir yang keliru.
Ia menjelaskan bahwa aliran dana dalam Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) merupakan sistem yang terencana, baik dari sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana bagi hasil pajak dari provinsi, hingga transfer dari pusat seperti Dana Alokasi Umum (DAU).
“Dana itu tidak masuk sekaligus. Misalnya dana bagi hasil dari provinsi atau dari pusat, semuanya masuk bertahap. Kalau hari ini kita lihat saldo RKUD lewat Bank Indonesia, memang masih terlihat cukup banyak, tapi itu karena belum semua kegiatan dibayar,” jelasnya.
Ia memberikan gambaran konkret bagaimana mekanisme keuangan daerah berjalan.
Menurutnya, banyak kegiatan pemerintah yang bersifat fisik dibayar secara bertahap sesuai progres.
“Misalnya proyek fisik, dibayar termin dulu 30 persen di awal, lalu sisanya setelah pekerjaan selesai dan serah terima. Jadi uangnya masih di bank, bukan berarti tidak digunakan,” katanya.
Hal serupa juga berlaku untuk gaji pegawai. Ia mencontohkan, gaji bulan November dan Desember tentu belum bisa dibayarkan pada Oktober.
“Masa gaji Desember dibayar Agustus Jadi uangnya memang masih ada di rekening. Tapi itu bukan berarti ditimbun,” tuturnya.
Andi bahkan menyebut, jumlah saldo saat ini di RKUD tidak sampai seperti yang diberitakan.
“Kalau sekarang dilihat, RKUD kita di bank mungkin maksimum Rp500 miliar sampai Rp1 triliun. Data Rp1,48 triliun itu kan posisi akhir September, bukan saldo aktual hari ini,” ujarnya.
AH menepis tuduhan adanya unsur kesengajaan dalam menahan dana pemerintah.
“Orang kita ini kekurangan uang. Kalau punya banyak, ngapain diendapkan? Jangan kata Rp1,4 triliun, dikasih Rp10 triliun juga habis buat program,” ujarnya.
Ia menilai, pernyataan bahwa dana daerah mengendap di bank telah menimbulkan persepsi negatif tanpa memahami konteks teknis.
“Masalahnya, uang pemerintah itu memang tidak boleh disimpan di bawah bantal. Harus disimpan di bank. Nah, kalau disimpan di bank, otomatis datanya terlihat di Bank Indonesia,” jelasnya.
Menurutnya, seluruh daerah di Indonesia memiliki pola serupa.
“Jawa Barat, DKI Jakarta, semua sama. Kalau Bank Indonesia cek, ya pasti ketahuan ada uang pemerintah di bank. Tapi bukan berarti itu mengendap,” kata Andi Harun.
Wali kota dua periode itu juga menjelaskan diksi yang digunakan dalam pemberitaan dan pernyataan pejabat pusat yang menilai dana daerah “mengendap”.
“Nah, diksi mengendap itu harus dimaknai dulu. Kalau maksudnya disimpan secara tidak benar, saya yakin tidak ada kepala daerah yang berani melakukan itu. Tapi kalau maksudnya uangnya masih ada di bank karena belum dibayar, ya memang begitu sistemnya,” tegasnya.
Ia mengingatkan, seluruh uang yang berada di bank justru tetap produktif, karena menghasilkan bunga yang masuk kembali ke kas daerah.
“Uang di bank itu tetap menghasilkan bunga. Bunganya masuk ke RKUD. Tidak ada yang berani main-main dengan uang negara. Emang mau masuk penjara? Terlalu nekat kalau ada yang coba main di situ,” tuturnya.
Ia juga menilai pernyataan Menteri Keuangan yang lebih dulu mengekspose data dana daerah di perbankan membuat suasana menjadi gaduh.
“Nah, Pak Menterinya terlalu cepat ekspose. Akhirnya jadi gaduh. Harusnya dicek dulu, uang itu apa, untuk kegiatan apa, baru disampaikan ke publik. Jadi tidak menimbulkan tafsir yang salah,” ujarnya.
Andi menegaskan, Pemkot Samarinda tidak memiliki alasan apa pun untuk menahan dana yang sudah direncanakan penggunaannya.
“Saya pastikan seluruh uang Samarinda sudah ada kegiatan dan peruntukannya. Kalau pun ada yang tersisa di rekening, itu karena belum waktunya dibayarkan. Bukan karena ditahan atau diendapkan,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah daerah wajib menyimpan uang hanya di lembaga perbankan resmi yang menjadi mitra RKUD.
“Satu-satunya tempat menyimpan uang pemerintah itu ya di bank pemerintah. Di Kaltim, RKUD Samarinda ada di Bank Kaltimtara. Jadi kalau dibilang mengendapkan, itu keliru. Karena tidak mungkin uang pemerintah disimpan di tempat lain,” tegasnya.
Ia menegaskan kembali bahwa transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah tetap menjadi prinsip utama pemerintahannya.
“Uang daerah itu sudah ada kegiatan, sudah direncanakan, dan semua tercatat dalam sistem. Tidak ada satu rupiah pun yang disimpan tanpa tujuan. Jadi kalau disebut mengendap, itu hanya soal waktu pembayaran, bukan soal niat,” pungkasnya. (*)