POJOKNEGERI.COM - Kekhawatiran tentang perang dunia ketiga (PD 3) semakin melebar.
Hal ini terkait penggunaan nuklir oleh negeri Presiden Vladimir Putin, Rusia.
Wakil Menteri Luar Negeri Sergei Ryabkov mengatakan bahwa Rusia sedang dalam proses mengubah doktrin nuklirnya.
Ini merujuk ke persyaratan yang menetapkan kondisi apa yang bisa digunakan agar senjata nuklir dapat beroperasi.
Mengutip CNBC International, hal ini terjadi di tengah serangan Ukraina ke wilayah Rusia, Kursk sejak 6 Agustus.
Rusia melihat ini sebagai "eskalasi" perang dengan Ukraina yang didukung senjata Barat.
Rusia menyebut Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang mengirimkan senjata ke Ukraina, mendorong serangan lintas batas tersebut, dan membuat Kyiv mampu merebut hampir 500 mil persegi wilayah Rusia.
Berbicara kepada kantor berita pemerintah Rusia TASS, Ryabkov mengatakan pemerintah sedang melakukan pekerjaan "pada tahap lanjut" untuk mengubah doktrin nuklir tersebut.
"Ada arahan yang jelas untuk melakukan penyesuaian, yang juga dikondisikan oleh studi dan analisis pengalaman perkembangan konflik dalam beberapa tahun terakhir. Terkait dengan arah eskalasi lawan Barat kita sehubungan dengan SVO (operasi militer khusus). Waktu untuk menyelesaikan pekerjaan ini adalah pertanyaan yang agak sulit, ... tapi ini tentang aspek terpenting untuk memastikan keamanan nasional kita"
Perlu diketahui, sebelumnya, doktrin nuklir Rusia menyatakan bahwa Rusia berhak untuk menggunakan senjata nuklir sebagai tanggapan terhadap penggunaan senjata nuklir dan jenis senjata pemusnah massal lainnya terhadapnya dan/atau sekutunya.
Ini pun termasuk agresi terhadap Federasi Rusia menggunakan senjata konvensional, ketika keberadaan negara itu terancam.
Kondisi lain yang dapat menentukan penggunaan senjata nuklir oleh Rusia meliputi "penerimaan informasi yang dapat diandalkan tentang peluncuran rudal balistik yang menyerang wilayah Federasi Rusia dan (atau) sekutunya".
Ini pun terkait "dampak musuh pada fasilitas negara atau militer yang sangat penting".
Dalam kebijakannya tahun 2020, Rusia tetap menggambarkan senjata nuklir sebagai "alat pencegahan" yang penggunaannya merupakan "tindakan yang ekstrem dan perlu".
Rusia menyebut doktrin nuklirnya sebagai "bersifat defensif" dan mengatakan bahwa "mereka melakukan semua upaya yang diperlukan untuk mengurangi ancaman nuklir dan mencegah memburuknya hubungan antarnegara yang dapat memicu konflik militer, termasuk konflik nuklir".
Sejak Rusia menyerang Ukraina Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin telah berulang kali menegaskan ancaman nuklit.
Ia berpesan bahwa Moskow tidak akan ragu untuk mengerahkan senjata tersebut jika integritas dan kedaulatan teritorialnya sendiri terancam.
Pada bulan Mei misalnya, Rusia mengadakan latihan senjata nuklir taktis di dekat perbatasan Ukraina.
Negeri itu juga telah menempatkan senjata tersebut di wilayah sekutunya, Belarus.
Senjata nuklir taktis atau non-strategis dirancang untuk digunakan di medan perang dan mampu menghapus target tertentu, seperti pangkalan militer atau pusat pelatihan.
Meskipun senjata nuklir taktis tidak separah senjata nuklir strategis yang dapat memusnahkan seluruh kota, penggunaan senjata semacam itu akan menjadi eskalasi serius dalam perang, dan menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya konfrontasi langsung dengan Barat.
(*)