POJOKNEGERI.COM - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang mengabulkan uji formil terhadap UU 11/2020 tentang Cipta Kerja, memberikan penegasan tentang prosedur ugal-ugalan dalam pembentukan undang-undang.
Pemerintah dan DPR telah melakukan penyimpangan terhadap tata cara pembentukan UU sebagaimana yang diatur dalam UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Jalan pintas pembentukan UU (fast track legislation) yang menghalalkan segala cara, tengah dipertontonkan hanya untuk memuaskan kepentingan investasi. Dikabulkannya uji formil ini ex-officio juga turut membatalkan substansi atau materi UU a quo secara keseluruhan.
Ibarat Salat, jika wudu-nya tidak benar, maka batal pula salat-nya. Maka tidak mengherankan jika MK pada akhirnya menolak keseluruhan uji materi UU a quo, sesaat setelah uji formil UU a quo dikabulkan.
Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 telah menyatakan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR harus tunduk terhadap seluruh amar putusan MK. Namun anehnya, Presiden justru memberikan tafsir berbeda terhadap amar putusan MK tersebut, tanpa merujuk kepada keseluruhan makna putusan MK sebelumnya, khususnya yang berkaitan frase “inkonstitusional bersyarat”.
Bahkan Presiden secara terbuka memberikan pernyataan jika UU 11/2020 tentang Cipta Kerja beserta aturan turunannya tetap dapat dijalankan tanpa terpengaruh oleh putusan MK tersebut. Pernyataan Presiden ini dapat ditonton melalui kanal resmi Sekretariat Negara berikut ini : https://youtu.be/yQBApvSs6Pg.