Amerika Serikat Incar Mineral Kritis Indonesia

POJOKNEGERI.COM – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan Amerika Serikat (AS) sangat berharap mendapatkan akses terhadap mineral kritis Indonesia sebagai bagian dari kesepakatan dagang yang sedang kedua negara rundingkan.
Airlangga menyampaikan hal itu setelah bertemu dengan Pejabat United States Trade Representative (USTR) Duta Besar Jamieson Greer di Washington DC, Amerika Serikat.
Pertemuan tersebut menjadi tindak lanjut dari keputusan AS pada Juli 2025 yang memangkas tarif impor produk Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen.
Airlangga menjelaskan bahwa Amerika Serikat menaruh perhatian besar terhadap pasokan mineral kritis, seperti nikel, tembaga, dan bauksit, yang menjadi bahan utama dalam industri teknologi dan kendaraan listrik.
Ia menekankan bahwa Indonesia memiliki posisi strategis sebagai pemasok global, sehingga permintaan AS terhadap akses mineral kritis menjadi bagian penting dalam perundingan dagang.
“Tentunya Amerika sangat berharap untuk mendapatkan akses terhadap critical mineral,” kata Airlangga.
Hal ini ia sampaikan dalam konferensi pers perkembangan perundingan dagang Indonesia-AS secara virtual, Selasa (23/12).
Tahapan Perundingan
Airlangga menegaskan bahwa kerangka kerja dan substansi perjanjian dagang Indonesia-AS sudah kedua negara sepakati.
Tahap berikutnya adalah pertemuan tim teknis pada 12–19 Januari 2026 untuk melakukan legal drafting dan clean up dokumen Agreement on Reciprocal Trade (ART).
Setelah proses teknis selesai, Presiden Prabowo Subianto akan terbang ke Amerika Serikat untuk bertemu langsung dengan Presiden Donald Trump.
Keduanya dijadwalkan menandatangani dokumen ART pada akhir Januari 2026.
“Target penyelesaian ini dikaitkan dengan agenda pertemuan antara Pak Presiden Prabowo dan Presiden Trump, sehingga menjadi milestone tersendiri,” jelas Airlangga.
Tentunya yang utama memberikan keseimbangan bagi akses pasar untuk produk-produk di Amerika. Dalam hal yang sama juga terkait dengan akses pasar bagi Indonesia ke Amerika.
“AS memberikan pengecualian kepada tarif produk unggulan kita, seperti minyak sawit, kopi, teh … Tidak ada kebijakan di Indonesia yang dibatasi oleh perjanjian ini. Dan tentunya perjanjian ini sifatnya adalah komersial, strategis, dan menguntungkan kepada kepentingan ekonomi kedua negara secara berimbang atau balance,” sambung Airlangga.
Menurut Airlangga, tidak ada masalah berarti dalam pembahasan tersebut. Ia mengatakan dinamika yang muncul adalah hal biasa, salah satunya terkait harmonisasi bahasa.
Ia mengatakan Indonesia juga sudah memenuhi permintaan Amerika dalam urusan deregulasi. Airlangga menekankan pemerintah telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk melakukan proses debottlenecking alias mengurai sejumlah hambatan non-tarif.
“Jadi, itu sesuatu hal yang wajar di dalam pembahasan untuk mencapai kesepakatan di ART. Selain kesepakatan dagang, kita tidak membahas kesepakatan lainnya karena ini murni agreement on reciprocal trade,” pungkasnya.
Mengenal Mineral Kritis
Mineral kritis merupakan mineral yang berperan penting dalam perekonomian nasional serta pertahanan dan keamanan negara. Mineral ini rentan terhadap gangguan pasokan dan belum memiliki pengganti yang layak secara teknis maupun ekonomis.
Definisi tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 296.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Penetapan Jenis Komoditas yang Tergolong dalam Klasifikasi Mineral Kritis.
Penetapan dilakukan berdasarkan pertimbangan manfaatnya bagi industri strategis dan nilai kepentingannya dalam sistem pertahanan serta ketahanan pasokan nasional. Pemerintah juga mempertimbangkan tingkat risiko pasokan dan ketiadaan alternatif yang setara secara teknologi dan biaya.
Dalam keputusan tersebut, pemerintah menetapkan 47 jenis komoditas sebagai bagian dari klasifikasi mineral kritis. Beberapa di antaranya meliputi aluminium dari tambang bauksit, antimoni dari tambang antimoni, barium dari tambang barit, dan berilium dari tambang berilium. Semua komoditas ini memainkan peran penting dalam rantai pasok industri teknologi tinggi.
Indonesia Punya Cadangan Beberapa Mineral Kritis Terbesar
Indonesia memiliki sumber daya mineral kritis yang besar, terutama nikel. Data International Energy Agency (IEA) mencatat peningkatan pangsa produksi nikel Indonesia dari 34 persen pada 2020 menjadi 52 persen pada 2023. Pangsa produk olahan nikel juga naik, dari 23 persen menjadi 37 persen dalam periode yang sama.
Meskipun menjadi negara penghasil nikel terbesar, perusahaan-perusahaan dalam negeri hanya menguasai kurang dari 10 persen produksi nikel global. Sebagian besar tambang dan produksi dikuasai oleh perusahaan asal Cina, yang mencakup sekitar 40 persen produksi dunia.
Peran mineral kritis dalam mendukung transisi energi menjadi semakin vital. Laman resmi Kementerian ESDM menyebut mineral ini digunakan dalam produksi panel surya, turbin angin, baterai kendaraan listrik, hingga sistem penyimpanan energi terbarukan.
Mineral kritis memiliki harga tinggi karena kelangkaannya, kesulitan dalam proses ekstraksi secara ekonomis, serta ketiadaan pengganti yang sepadan. Selain itu, banyak di antaranya merupakan mineral ikutan dari pertambangan timah, nikel, bauksit, dan pasir besi.
(*)


