Tonton Video Langsung Tanpa Membaca Berita
Teknologi

Google Gugat Grup Peretas China Terkait Kampanye Phishing

POJOKNEGERI.COM – Google, anak perusahaan Alphabet Inc., mengajukan gugatan hukum terhadap grup peretas asal China bernama Darcula. Gugatan itu menuduh Darcula mengorganisir kampanye phishing berskala besar untuk menipu warga Amerika Serikat agar menyerahkan informasi kartu kredit mereka.

Google mengajukan gugatan ke pengadilan pada Rabu sebagai bagian dari upaya perusahaan menghentikan kejahatan siber yang memanfaatkan merek serta layanan teknologi miliknya.

Data dan Fakta Kasus Phishing

Dalam dokumen gugatan, Google menyebut bahwa Darcula mengembangkan perangkat lunak berbahaya yang memungkinkan pengguna dengan keahlian teknis rendah menjalankan aksi phishing otomatis.

Para pelaku menggunakan perangkat lunak itu untuk mengirim gelombang pesan teks massal yang menyamar sebagai penawaran gratis layanan Google, seperti YouTube Premium. Mereka merancang pesan-pesan tersebut agar terlihat sah dan meyakinkan penerima.

Namun, tautan dalam pesan itu mengarahkan korban ke situs palsu. Di sana, korban memasukkan informasi keuangan sensitif, termasuk nomor kartu kredit, yang kemudian pelaku pakai untuk mencuri dana.

Google mengklaim bahwa selama tujuh bulan, Darcula mencuri hampir 900.000 nomor kartu kredit, termasuk sekitar 40.000 nomor milik warga Amerika Serikat. Perusahaan juga menyatakan bahwa skema ini menyumbang hingga 80 persen pesan phishing yang terdeteksi dalam periode tersebut. Pada puncak operasi, kampanye ini melibatkan sekitar 600 penjahat siber.

Pernyataan Resmi Google

Dalam gugatannya, Google menegaskan bahwa tindakan hukum ini karena aktivitas phishing tersebut menggunakan merek Google secara tidak sah. Ini menimbulkan dampak signifikan bagi perusahaan maupun pengguna.

Google menyatakan bahwa kampanye penipuan itu memaksa perusahaan mengalokasikan sumber daya besar untuk melindungi pengguna, mendeteksi pesan berbahaya. Serta memitigasi dampak finansial dan reputasi.

Google juga mengungkapkan bahwa versi terbaru perangkat lunak Darcula memakai fitur berbasis kecerdasan buatan (AI). Fitur ini memungkinkan pelaku membuat tiruan hampir semua situs web hanya dalam hitungan menit, sehingga mereka mempercepat dan mempermudah pembuatan halaman penipuan.

Menurut Google, kemampuan tersebut meningkatkan skala dan efektivitas kejahatan phishing sekaligus menyulitkan pengguna awam membedakan situs asli dan palsu.

Langkah Hukum dan Penegakan Digital

Google menempuh jalur hukum untuk meminta perintah pengadilan yang memungkinkan perusahaan menyita atau mengambil alih infrastruktur digital yang digunakan Darcula, seperti domain dan layanan web tertentu.

Dengan cara ini, Google berusaha mengganggu operasional pelaku phishing sehingga mereka kehilangan sarana utama untuk menjalankan aksinya. Langkah tersebut memaksa kelompok penjahat siber menghentikan kegiatan atau membangun metode baru yang membutuhkan waktu dan sumber daya tambahan.

Perusahaan teknologi besar lain juga menggunakan pendekatan serupa. Microsoft Corp., misalnya, dalam beberapa tahun terakhir mengajukan gugatan hukum untuk membongkar jaringan kejahatan siber yang menyalahgunakan layanannya.

Pada November lalu, Google juga menggugat kelompok kejahatan siber yang diduga mengirim pesan teks palsu terkait tagihan tol atau pengiriman paket gagal. Gugatan itu bertujuan melindungi pengguna dari penipuan berbasis SMS.

Respons Pihak Terkait

Hingga berita ini disusun, pihak Darcula tidak memberikan komentar. Saluran Telegram yang disebut dalam gugatan sebagai media komunikasi anggota kelompok itu sudah tidak aktif.

Otoritas China belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait gugatan Google. Gugatan ini berfokus pada penghentian aktivitas ilegal melalui perkara perdata, bukan pada penetapan tanggung jawab pidana lintas negara.

Analisis Umum dan Dampak Keamanan Siber

Kasus ini mencerminkan meningkatnya kompleksitas kejahatan siber, khususnya phishing, yang memanfaatkan teknologi AI untuk memperluas jangkauan dan efektivitas penipuan.

Perusahaan teknologi menggunakan gugatan hukum sebagai alat untuk melindungi ekosistem digital dan kepercayaan pengguna. Namun, langkah hukum saja tidak cukup tanpa peningkatan kesadaran publik terhadap risiko penipuan daring.

Bagi pengguna, kasus ini menegaskan pentingnya kehati-hatian terhadap pesan teks atau email yang menawarkan layanan gratis, meminta data pribadi, atau mengarahkan ke tautan mencurigakan, meskipun mengatasnamakan perusahaan besar.

Di sisi lain, pemanfaatan AI oleh pelaku kejahatan siber menunjukkan dua sisi inovasi teknologi: teknologi yang sama dapat meningkatkan layanan, tetapi juga memfasilitasi penipuan dalam skala besar.

Kesimpulan

Gugatan Google terhadap Darcula menjadi bagian dari upaya berkelanjutan perusahaan teknologi melawan kejahatan siber. Dengan menargetkan infrastruktur digital pelaku, Google berharap mengurangi dampak phishing terhadap pengguna dan menjaga integritas layanannya.

Kasus ini juga mengingatkan bahwa ancaman siber terus berkembang seiring kemajuan teknologi, sehingga kolaborasi antara perusahaan, penegak hukum, dan pengguna tetap menjadi kunci menjaga keamanan ruang digital.

(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button