Harga Cabai dan Bawang Merah Melonjak Jelang Nataru, Ini Penyebabnya

POJOKNEGERI.COM – Menjelang perayaan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru), harga sejumlah komoditas pangan strategis di Indonesia mengalami lonjakan signifikan.
Dua komoditas yang paling mencolok adalah cabai dan bawang merah. Kenaikan harga ini bahkan melampaui Harga Acuan Penjualan (HAP) yang pemerintah tetapkan, sehingga menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menegaskan bahwa lonjakan harga bukan disebabkan oleh kekurangan produksi, melainkan hambatan distribusi akibat faktor cuaca.
Menurutnya, curah hujan tinggi di berbagai daerah sentra produksi membuat proses panen dan pengiriman terganggu.
“Kalau harga rata-rata nasional bawang merah Rp47.600 per kilogram, sementara harga acuannya Rp41.600 per kilogram. Sebenarnya bawang merah itu surplus karena produksi Desember akan naik. Yang perlu diantisipasi justru distribusinya karena faktor cuaca,” ujar Budi dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Senin (8/12).
Surplus Produksi, Distribusi Tersendat
Data Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Indeks Perkembangan Harga (IPH) menunjukkan bahwa harga bawang merah secara nasional naik 11,12 persen pada Desember dibandingkan November 2025. Sebanyak 76,67 persen wilayah di Indonesia mengalami kenaikan harga.
Di beberapa daerah, harga bawang merah bahkan menembus Rp100 ribu per kilogram, sementara harga terendah tercatat sekitar Rp25 ribu per kilogram.
Kondisi ini cukup ironis mengingat produksi bawang merah sebenarnya sedang surplus.
Panen di bulan Desember diperkirakan meningkat, namun distribusi dari daerah produksi ke wilayah konsumsi terhambat oleh cuaca ekstrem. Akibatnya, pasokan tidak merata dan harga melonjak di sejumlah daerah.
Situasi serupa terjadi pada cabai merah. Rata-rata harga nasional tercatat Rp59.898 per kilogram, melampaui HAP atas sebesar Rp55 ribu.
IPH cabai merah naik 11,17 persen secara bulanan, dengan 71,39 persen wilayah mengalami kenaikan harga. Harga tertinggi cabai merah dilaporkan mencapai Rp200 ribu per kilogram, sementara harga terendah berada di kisaran Rp20 ribu.
Mendag Budi menekankan bahwa produksi cabai merah tidak mengalami kekurangan. Namun, proses panen terganggu karena hujan yang terus-menerus.
“Untuk cabai juga tidak kekurangan produksi. Hanya saja kemarin karena cuacanya tidak bagus, memanennya tidak bisa setiap saat karena hujan. Jadi dicari solusinya supaya panennya bisa lebih efisien, tapi produksinya tidak turun,” jelasnya.
Lonjakan Paling Tajam
Cabai rawit mencatat kenaikan harga paling tajam. Rata-rata nasional mencapai Rp60.861 per kilogram, melampaui HAP atas Rp57 ribu dan HAP bawah Rp40 ribu. IPH cabai rawit melonjak 39,18 persen, dengan 72,50 persen wilayah mengalami kenaikan. Harga tertinggi cabai rawit juga menyentuh Rp200 ribu per kilogram, sedangkan harga terendah tercatat sekitar Rp23.750.
Lonjakan ini menimbulkan keresahan di masyarakat, mengingat cabai rawit merupakan salah satu bahan pokok yang sangat sering digunakan dalam masakan sehari-hari.
Pemerintah Pastikan Pasokan Aman
Meski harga cabai dan bawang merah melonjak, pemerintah memastikan bahwa secara umum pasokan pangan menjelang Nataru tetap aman. Komoditas lain seperti daging, telur, dan ayam berada dalam kondisi surplus. Fokus utama pemerintah saat ini adalah menjaga kelancaran distribusi agar pasokan tidak terlambat sampai ke konsumen.
“Tadi disampaikan bahwa pasokan cukup untuk Nataru. Yang kita jaga jangan sampai distribusinya terlambat, dan sejauh ini distribusi terkendali,” kata Budi.
Dalam rapat persiapan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) 2025, pemerintah menilai pasokan dan distribusi pangan relatif aman. Namun, cuaca ekstrem tetap menjadi faktor yang paling diwaspadai karena berpotensi menghambat panen serta pengiriman dari daerah produksi ke wilayah konsumsi.
Pemerintah pusat dan daerah kini diminta memperkuat koordinasi dengan pemasok dan distributor guna mengantisipasi potensi gangguan distribusi akibat cuaca. Langkah ini dianggap krusial untuk menjaga stabilitas harga dan memastikan masyarakat tetap mendapatkan akses pangan dengan harga terjangkau.
Dengan kondisi cuaca yang tidak menentu di penghujung tahun, pemerintah menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor. Upaya menjaga distribusi pangan di tengah surplus produksi menjadi kunci agar lonjakan harga tidak semakin membebani masyarakat.
(*)