Selain antioksidan yang sangat tinggi, kandungan vitamin C di dalamnya 7 kali lipat lebih tinggi daripada jeruk, sementara potasiumnya 15 kali lipat lebih banyak daripada pisang. Tak mengherankan, jika manfaatnya bagi kesehatan juga sangat besar.
Puji bercerita, sudah sejak lama masyarakat NTT mengonsumsi kelor, karena di sana memang banyak sekali terdapat pohon kelor.
Menariknya, kelor dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi gizi buruk pada anak. Angka stunting di Flores Timur cukup tinggi.
Suatu hari, sebuah puskesmas berinovasi dengan memberi makanan tambahan berupa sorgum serta kelor dan sayuran lain kepada anak-anak dengan gizi buruk. Program berdurasi 3 bulan tersebut berhasil meningkatkan berat badan anak hingga mereka tidak lagi masuk kategori gizi buruk.
“Program itu kemudian diuji coba di beberapa puskesmas lain, hingga kemudian dibuatlah kampanye solor, yaitu sorgum kelor. Ini merupakan bukti nyata bahwa ternyata pangan lokal mampu mengatasi stunting dan gizi buruk,” kata Puji.
Ade cukup sering mengonsumsi daun kelor.
“Ibuku dulu sering memasak bobor daun kelor. Daunnya sendiri nyaris tak punya cita rasa tertentu. Dia akan mengikuti rasa yang kita ciptakan. Dibuat tumis sebetulnya bisa, walaupun tidak lazim. Yang paling sering adalah dibuat sayur bening. Dijadikan salah satu bahan urap dan pecel juga memungkinkan.” katanya .
Tapi, kenapa, ya, daun kelor baru booming sekarang? Menurut Ade, daun kelor dipopulerkan oleh orang di luar negeri. Saat masuk toko bahan pangan sehat di luar negeri, daun kelor ini baru tersorot, sehingga kita kemudian baru ngeh.
BAHAN PANGAN UNTUK MINUMAN
Kopi Arabika dan Robusta Flores Manggarai
Untuk tanaman sumber minuman, kopi menjadi salah satu kekhasan di NTT.
Banyak daerah penghasil kopi di NTT, salah satunya Manggarai Flores.
Minum kopi di rumah bagi warga Manggarai Raya, Flores, sudah menjadi sebuah tradisi.
Beberapa tahun belakangan kebiasaan minum kopi sudah menjadi ajang untuk bersosialisasi di luar rumah, termasuk di NTT.
Kebiasaan ngopi di rumah bergeser ke budaya hang out. Menurut Puji, mereka tidak lagi hanya minum kopi di rumah, tetapi juga di kafe atau warung yang mulai bertumbuh di sana. Berita baiknya, pemerintah daerah menetapkan kebijakan agar resto dan hotel menyediakan kopi lokal sebagai potensi lokal.
Kawasan Manggarai merupakan penghasil kopi terbesar di NTT. “Karena potensi kopi di sana besar, kami pernah mengadakan kegiatan coffeepreneur. Sekarang banyak anak muda ingin jadi barista. Lewat program itu kami merangkul 17 anak muda, yang dibekali ilmu untuk menjadi barista kopi, juga cara membuat business plan untuk membuka usaha kopi. Mereka pun belajar banyak hal tentang produk kopi, misalnya ditanam di mana, varietasnya apa saja, budidayanya seperti apa,” kata Puji.
Sebagai peminum kopi, Ade merasakan bahwa cita rasa kopi Flores Manggarai dan kopi Bajawa tidak terlalu bisa dibedakan. Karakter kopinya sangat kompleks.
“Tapi, ketika kita bicara kopi, rasanya tergantung pada metode penyeduhannya juga. Misalnya, jadi kopi tubruk atau kopi filter. Aku mencoba kopi Manggarai dengan cara dibuat tubruk dan french press. Keduanya sama-sama enak.” ujarnya.
Ia menuturkan, kopi Manggarai bisa dipasarkan melalui coffee shop yang khusus menyediakan kopi lokal, untuk memperlihatkan kepada konsumen bahwa selain kopi Bajawa ada kopi jenis lain dari Flores.
(redaksi)