POJOKNEGERI.COM - Wali Kota Samarinda, Andi Harun mempresentasikan tentang pengelolaan air yang ada di Samarinda, pada acara 10th World Water Forum 2024 yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, pada Rabu (22/5/2024).
Dalam kesempatan tersebut, Andi Harun memaparkan strategi pengelolaan air di Samarinda yang mendapat sorotan internasional.
"Dengan bangga saya katakan bahwa merupakan suatu kehormatan untuk dapat bergabung pada Hari Pemerintah Daerah dan Forum Air Sedunia ke-10 hari ini izinkan saya untuk berbagi tentang keprihatinan kami dalam pengelolaan dan strategi keuangan untuk infrastruktur air yang berkelanjutan," ujar Andi Harun.
Dalam presentasinya, Andi Harun menekankan pentingnya akses berkelanjutan terhadap air bersih, mitigasi risiko banjir, dan menjaga kualitas sumber daya air.
"Dalam tiga tahun terakhir, kota kami terus meningkatkan infrastruktur air berkelanjutan untuk mengurangi dampak kelangkaan air tercatat hingga tahun 2023 lebih dari 170.000 pelanggan air di Perumdam Tirta Kencana (PDAM) Samarinda memiliki sekitar 18 instalasi pengelolaan air, 8 intake, dan 13 booster yang tersebar di wilayah Samarinda," jelasnya.
Upaya ini akan terus ditingkatkan pada tahun 2024 dengan fokus pada kolaborasi multi pihak dan mendengarkan langsung aspirasi masyarakat. Berikut beberapa inisiatif utama yang telah dan akan dilakukan:
1. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA): saat ini sedang membangun instalasi pengolahan air baru di lahan seluas 2019 meter persegi dengan kapasitas 50 liter per detik, yang diharapkan selesai pada November tahun 2024.
Proyek ini merupakan langkah strategis untuk meningkatkan akses air bersih bagi masyarakat Samarinda.
2. Respon Cepat Terhadap Kelangkaan Air : Untuk mengatasi ketersediaan air bersih, Samarinda telah membangun beberapa water booster sebagai solusi jangka panjang dan memberikan pasokan air langsung kepada warga sebagai solusi jangka pendek.
Ia menjelaskan bahwa Samarinda mengandalkan tiga sumber air baku utama yaitu Sungai Mahakam, Sungai Karang Mumus, dan Waduk Benanga. Sungai Mahakam menjadi sumber utama dengan kapasitas sekitar 3.500.000 liter per detik. Namun, kualitas air baku menghadapi tantangan signifikan, terutama pada awal musim hujan dan musim kemarau.
"Pada awal musim, tingkat Oxygen Demand (DO) sangat rendah, tingkat keasaman air rendah, dan kandungan warna cukup tinggi. Hal ini memerlukan penambahan bahan kimia tambahan dan/atau pengurangan kapasitas produksi," paparnya.
Tantangan lainnya adalah intrusi air laut ke sungai-sungai di wilayah Samarinda selama musim kemarau, yang dapat menghentikan sementara produksi di instalasi pengolahan air jika kadar klorida melebihi 250 ppm.
"Untuk mengatasi masalah ini, Samarinda menggunakan tiga bahan kimia utama dalam pengolahan air baku: Aluminium Sulfate sebagai koagulan, Soda Ash Dense sebagai penetral pH, dan Klorin sebagai disinfektan,"ujarnya.
Ia mengungkapkan proses pengolahan air di Water Treatment Plant (WTP) Samarinda mencakup beberapa tahap penting dengan lakukan pengambilan air baku, penambahan bahan kimia koagulan, pengadukan cepat dan lambat, sedimentasi, filtrasi, penambahan netralisasi pH, penyimpanan, penambahan desiccant, distribusi air, dan peningkatan tekanan hingga sampai ke masyarakat.
Selain tantangan kualitas air baku, Samarinda juga menghadapi beberapa tantangan lain dalam penyediaan air bersih:
1. Perubahan Kualitas Air Baku : Kualitas air baku dapat berubah secara signifikan dari waktu ke waktu, memerlukan penanganan yang cermat.
2. Kebutuhan Bahan Kimia Tambahan Proses pengolahan air memerlukan tambahan bahan kimia yang cukup besar.
3. Tingkat Sedimentasi Tinggi : Sungai di Samarinda memiliki tingkat sedimentasi yang cukup tinggi, yang mempengaruhi kualitas air.
4. Biaya Listrik dan Pemeliharaan Pengolahan air memerlukan biaya listrik dan pemeliharaan yang cukup tinggi, mengingat kontur tanah Samarinda yang berbukit-bukit.
Ia mengatakan juga bahwa Samarinda juga menghadapi tantangan banjir, terutama saat musim hujan. Andi Harun juga memaparkan beberapa strategi pengelolaan banjir, termasuk pembangunan sistem drainase, penahan banjir, dan kolam retensi.
"Kami berupaya memitigasi risiko banjir dan melindungi daerah rentan dengan strategi-strategi ini," ungkapnya.
Pengelolaan air yang efektif di Samarinda didukung oleh kerangka regulasi yang kuat, mencakup kebijakan, peraturan, dan mekanisme penegakan hukum.
"Kami memastikan kepatuhan terhadap standar kualitas air dan praktik penggunaan air berkelanjutan," jelasnya.
Selain itu, Samarinda juga beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim dengan menggabungkan infrastruktur berketahanan iklim, menerapkan sistem peringatan dini terhadap banjir, dan mengintegrasikan pertimbangan perubahan iklim ke dalam proses perencanaan pengelolaan air.
"Kami bahkan mempertimbangkan moratorium aktivitas pertambangan batu bara yang dapat mempengaruhi sumber daya air," pungkasnya.
(tim redaksi)