POJOKNEGERI.COM - Presiden RI Prabowo Subianto gerak cepat menangkap puluhan tersangka koruptor pada kurun waktu kerja 10 hari menjabat sebagai presiden.
Sejumlah kasus korupsi tersebut diantaranya menjerat satu orang dari PT Asset Pacific sebagai tersangka baru dalam dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya pada periode 2021-2022 yang mencapai kerugian Rp 1 triliun, dua orang dari kasus korupsi Dana Desa Kecamatan Air Besi Kabupaten Bengkulu Utara senilai Rp 780 juta, lima orang tersangka kasus Ronald Tannur.
Kemudian, 12 tersangka korupsi Tol Padang-Pekanbaru yang merugikan negara Rp 27 miliar, enam tersangka produksi emas ilegal PT Antam Tbk, satu tersangka korupsi dana hibah NPCI yaitu Anggota DPRD Solo Kevin Fabiano senilai Rp 122 miliar.
Terakhir satu tersangka korupsi impor gula, yaitu mantan menteri perdagangan Tom Lembong yang menyebabkan kerugian hingga Rp 400 miliar.
Dengan demikian total terdapat 28 tersangka yang hingga kini telah diamankan dengan total kerugian negara capai Rp 3,1 triliun.
Sejak awal menjabat presiden, Prabowo kerap menekankan komitmen yang besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Prabowo pun mengatakan akan memberikan sistem pengawasan yang ketat untuk memberantas korupsi. Selain itu, Prabowo juga akan menegakkan hukum dengan tegas.
“Menurut saya yang lebih parah adalah keserakahan, serakah nafsu yang sangat besar untuk mengeruk kekayaan yang sebesar-besarnya agar dia bisa berkuasa panjang,” ungkap Prabowo pada wawancara eksklusif teranyarnya dengan salah satu tv swasta yang dikutip Kamis (31/10/2024).
Sinyal keinginan Prabowo Subianto untuk memberantas korupsi di Indonesia telah lama menjadi bahan diskusi publik. Dalam berbagai kesempatan, baik secara lisan maupun tertulis, Prabowo telah menegaskan komitmennya terhadap perang melawan praktik korupsi yang membelenggu birokrasi dan pemerintahan. Salah satu wujud komitmen ini termaktub dalam bukunya, Paradoks Indonesia, di mana ia menyoroti kerugian negara akibat korupsi dan lemahnya sistem birokrasi. Selain itu, dalam sejumlah kesempatan, ia menegaskan kembali bahwa pemerintahan yang kuat adalah pemerintahan yang bebas dari korupsi.
Namun, desakan untuk membuktikan komitmen ini bukan hanya datang dari janji-janji yang pernah ia sampaikan. Masyarakat dan berbagai elemen pendukung pemberantasan korupsi telah mulai mempertanyakan keberanian Prabowo dalam memberantas korupsi, khususnya ketika menyangkut oknum di kabinet Merah Putih. Dugaan dan laporan mengenai anggota kabinet yang diduga terlibat dalam praktik korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan telah sampai ke tangan lembaga anti-rasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Laporan-laporan ini menjadi sinyal bagi aparat penegak hukum dan, terutama, Presiden Prabowo, untuk segera bertindak tegas demi menjawab keraguan masyarakat.
Jika Prabowo benar-benar ingin menepati komitmennya, kini saatnya bagi beliau untuk bertindak dengan cara yang tidak setengah-setengah, tanpa pandang bulu, dan tanpa kompromi. Langkah ini penting bukan hanya untuk memenuhi janji yang telah ia sampaikan, tetapi juga untuk menciptakan kepercayaan publik terhadap pemerintahannya. Keberanian Prabowo dalam mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun di lingkaran kekuasaan yang terlibat korupsi akan menjadi penanda bahwa Indonesia memang sedang berada dalam fase pemerintahan yang sungguh-sungguh serius dalam memberantas korupsi.
(*)