POJOKNEGERI.COM - Mengawali tahun baru 2023, pelaku bisnis menyambut era pasca- pandemi yang ditandai dengan pencabutan kebijakan PPKM baru-baru ini.
Meski dihadapkan oleh ancaman resesi global, tren pemulihan ekonomi di Indonesia diprediksikan cenderung stabil.
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia menguat di tahun 2023 pada kisaran 4,5-5,3 persen sebelum meningkat menjadi 4,7-5,5 persen di tahun 2024 karena peningkatan konsumsi swasta, investasi, dan kinerja ekspor yang baik.
Di tahun 2022, ekonomi Indonesia tumbuh pada tingkat tercepatnya selama lebih dari satu tahun, dengan PDB Indonesia yang mengalami peningkatan hingga 5,72 persen pada kuartal ketiga.
Salah satu faktor penyebab peningkatan kinerja ekonomi tahun ini antara lain permintaan ekspor yang lebih besar dan konsumsi masyarakat yang naik.
Gangguan rantai pasok global yang menaikkan harga komoditas pokok Indonesia telah mendorong kegiatan ekspor. Selain itu, libur nasional dan pelonggaran pembatasan mobilitas turut mendorong peningkatan permintaan dan peningkatan pasokan.
Meski prospek perekonomian Indonesia pada tahun 2023 cukup menjanjikan, pelaku bisnis tetap perlu waspada.
Brian Marshal, CEO SIRCLO Group memaparkan, “Lanskap bisnis Indonesia harus mengantisipasi beberapa tantangan di tahun 2023 karena faktor-faktor seperti inflasi, suku bunga yang lebih tinggi dan rantai pasokan global yang terganggu".
"Pemahaman atas keadaan tersebut perlu dimiliki oleh setiap pelaku usaha dalam mempersiapkan bisnisnya di tahun yang baru ini.” ucapnya lagi.
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha dalam iklim ini; diantaranya adalah kebutuhan untuk mengadopsi solusi bisnis yang bersifat holistik.
Sebagian besar pelaku bisnis, terutama UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) cenderung mengadopsi strategi bisnis yang bersifat instan di tengah melonjaknya permintaan konsumen serta kenaikan harga yang berdampak pada rantai pasok.
Untuk mampu bertahan dan berkembang seterusnya, pelaku bisnis dapat berfokus pada diversifikasi sumber produk, penilaian biaya, dan digitalisasi.
Di bawah iklim ekonomi yang tidak menentu ini, SIRCLO memaparkan beberapa praktik bisnis terbaik untuk pertumbuhan jangka panjang agar pemilik usaha di Indonesia dapat mempersiapkan diri dengan tangguh. Berikut di antaranya:
1. Melihat gambaran besar perekonomian Indonesia pasca-pandemi
Dalam memperkuat fondasi perekonomian Indonesia, sangatlah penting untuk membangun ketahanan bisnis terhadap tekanan industri yang berskala besar maupun kecil.
Pelaku bisnis perlu melihat gambaran besar saat menghadapi perekonomian Indonesia pasca-pandemi. Untuk beradaptasi dengan perubahan kebutuhan konsumen, pola konsumsi, dan situasi ekonomi, pelaku bisnis dapat mengembangkan strategi
bisnis baru yang fokus pada pertumbuhan jangka panjang serta menghindari tindakan dramatis seperti lonjakan harga mendadak sebagai respons terhadap inflasi atau resesi.
2. Tidak mengabaikan penjualan yang bervolume kecil
Konsumen yang berkecukupan secara finansial cenderung memiliki daya beli yang tinggi, sehingga bisnis pun pada umumnya menyasar segmen konsumen tersebut untuk menghasilkan penjualan dan keuntungan bervolume tinggi.
Terlepas dari fakta tersebut, mengabaikan penjualan bervolume kecil bisa menjadi kesalahan besar karena sebagai mesin perekonomian negara, sebagian besar UMKM menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari.
Hampir semua lapangan kerja negara—97 persen—disediakan oleh 63 juta UMKM yang menyumbang lebih dari 60% dari PDB.
Maka dari itu, penting bagi pelaku bisnis untuk tidak kehilangan fokus pada penjualan yang bervolume kecil.
3. Kurangi biaya produksi dan tingkatkan penjualan
Penurunan harga produk bisa menjadi solusi untuk meningkatkan keuntungan dengan mengurangi biaya produksi dan menetapkan harga pasar. Dengan menurunkan harga secara bertahap sambil mempertahankan margin keuntungan yang didapatkan dari setiap penjualan, pelaku bisnis dapat meningkatkan pangsa pasar mereka.
Keunggulan komparatif atau biasa disebut dengan Comparative Advantage merupakan teori ekonomi yang dapat digunakan sebagai alat untuk memodifikasi sistem produksi untuk daya saing.
Suatu negara mampu mencapai keunggulan komparatif ketika negara tersebut menghasilkan komoditas atau jasa dengan biaya peluang yang lebih rendah dibandingkan dengan negara lain.
Teori ini memungkinkan pelaku bisnis untuk menawarkan barang dan jasa dengan biaya lebih rendah daripada para pesaingnya,
sehingga margin keuntungan dapat ditingkatkan.
4. Perbanyak kolaborasi dan kemitraan
Di masa pasca-pandemi, kolaborasi dan kemitraan dapat menjadi kunci untuk mengatasi tantangan yang dihadapi lintas industri. Kolaborasi dan kemitraan yang erat antar pelaku bisnis menjadi semakin relevan di pasar yang terfragmentasi seperti
Indonesia.
Di era digital, kolaborasi bisnis merupakan langkah strategis yang bijak karena dapat mempengaruhi kinerja positif perusahaan secara signifikan.
Dengan demikian, kolaborasi dan kemitraan juga menjadi faktor pendukung yang sangat baik bagi kesuksesan bisnis di sektor digital Indonesia.
“Dengan pergerakan ekonomi dunia yang cepat, sebagai pelaku bisnis kita terus dihadapkan dengan pilihan untuk bergerak maju atau berisiko untuk tertinggal. Definisi sukses pun telah mengalami perubahan seiring berjalannya waktu,” tutup Brian.
(redaksi)