POJOKNEGERI.COM - Sepanjang 2022, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang Indonesia mencapai Rp 7.733, 99 Triliun.
Dari catatan tersebut diketahui, utang Indonesia alami peningkatan sejak November 2022.
Di bulan tersebut total utang Indonesia mencapai Rp 7.554,25 Triliun, dengan rasio 48,65 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Fluktuasi posisi utang pemerintah dipengaruhi oleh adanya transaksi pembiayaan berupa penerbitan dan pelunasan surat berharga negara (SBN), penarikan dan pelunasan pinjaman, serta perubahan nilai tukar.
"Meskipun demikian, peningkatan (utang Pemerintah Indonesia) tersebut masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal," catat Kemenkeu dalam laporan tersebut, dilansir dari CNN Indonesia.
Berdasarkan rinciannya, utang Indonesia terbagi ke dalam beberapa jenis.
SBN mendominasi mencapai Rp6.846,89 triliun alias setara 88,53 persen utang Indonesia.
Sedangkan 11,47 persen sisanya dalam bentuk pinjaman, yakni Rp 19,67 triliun pinjaman dalam negeri dan Rp 867,43 triliun pinjaman luar negeri.
Kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh perbankan dan Bank Indonesia (BI), sedangkan kepemilikan investor asing terus menurun sejak 2019 menyentuh 38,57 persen.
Kemudian hingga akhir 2021 tercatat 19,05 persen dan per Desember 2022 kepemilikan investor asing dalam SBN hanya 14,36 persen.
Kemenkeu mengatakan hal tersebut menjadi upaya pemerintah konsisten dalam rangka mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiditas domestik yang cukup.
Namun, pemerintah akan terus mewaspadai berbagai risiko yang berpotensi meningkatkan cost of borrowing, seperti pengetatan likuiditas global dan dinamika kebijakan moneter negara maju.
Jika dilihat berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik alias rupiah sebesar 70,75 persen.
Kemenkeu mengklaim langkah ini menjadi salah satu tameng pemerintah menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri.
"Pemerintah berkomitmen untuk terus mengelola utang dengan hati-hati. Untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan utang, pemerintah akan selalu mengacu kepada peraturan perundangan dalam kerangka pelaksanaan APBN, yang direncanakan bersama DPR, disetujui dan dimonitor oleh DPR, serta diperiksa dan diaudit oleh BPK," pungkas Kemenkeu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan realisasi defisit APBN 2022 menurun, menyusul pemulihan ekonomi selepas pandemi covid-19, peningkatan signifikan dari sisi pendapatan negara akibat implementasi UU HPP, serta peningkatan harga komoditas.
"Defisit kita jauh lebih kecil. Harusnya 4,5 persen menjadi hanya 2,38 persen atau turun Rp310 triliun penurunan defisit kita," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers usai Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Senin (17/1/2023).
(redaksi)