POJOKNEGERI.COM, SAMARINDA - Gelanggang Olahraga (GOR) Segiri, salah satu ikon olahraga di Kota Samarinda, tengah bertransformasi menjadi venue yang lebih modern dan megah. Setelah puluhan tahun beroperasi dengan tampilan yang cenderung kuno, GOR Segiri kini menjelma menjadi fasilitas olahraga yang kian menarik dan modern.
Pembenahan besar-besaran GOR Segiri ini dimulai sejak tahun lalu dengan fokus pada perbaikan tampilan luar dengan anggaran Rp 40 miliar. Dilanjutkan pada tahun ini, renovasi beralih ke bagian interior dengan anggaran Rp 36,2 miliar. Hasilnya pun mulai terlihat.
Perubahan paling mencolok terletak pada fasad gedung yang kini dimeriahkan oleh 104 tameng khas suku Dayak yang tidak hanya mempercantik penampilan tetapi juga menambah daya tarik bagi pengunjung.
Arsitek proyek revitalisasi, Vergian Septiandy, menjelaskan bahwa pemilihan tameng sebagai elemen desain terinspirasi oleh ornamen-ornamen yang ditemukan pada berbagai bangunan pemerintah di Kalimantan Timur, termasuk gedung DPRD Kaltim.
“Kami ingin mengintegrasikan unsur budaya lokal ke dalam desain modern," ujarnya.
Dalam hal motif, ia memilih untuk mengikuti desain sarung tradisional dari Samarinda. Ia mengkombinasikan empat motif yang berbeda: lebba suasa, coka manipi, garanso, dan kammumu hatta, yang masing-masing memiliki kisah dan makna tersendiri.
“Motif-motif ini tidak hanya menghias tameng, tetapi juga merepresentasikan identitas budaya Kota Tepian,” ucapnya.
Ia menjelaskan bahwa tameng yang dipasang di GOR Segiri terbuat dari rotan sintetis, pilihan yang dibuat untuk memberikan perlindungan serta efisiensi energi dan penggunaan rotan sintetis bisa menurunkan suhu dalam ruangan hingga 3 derajat Celsius, sehingga dapat mengurangi beban pada sistem pendingin ruangan.
"Dengan cara ini, kami tidak hanya menjaga estetika tetapi juga menciptakan solusi yang ramah lingkungan," ungkapnya.
Lebba suasa, misalnya, adalah motif yang berasal dari Sulawesi Selatan dan dikenal dengan corak kotak-kotaknya. Diciptakan atas permintaan Sultan Kutai Kartanegara yang ingin masyarakatnya menghasilkan tenun berbeda, motif ini menggambarkan kekayaan budaya lokal. Sedangkan motif coka manipi, yang berarti 'ditaklukan oleh mimpi', memiliki latar belakang kisah seorang putri yang mengimpikan keindahan swargaloka dan menciptakan corak sarung berdasarkan mimpinya.
Motif garanso, dengan perpaduan warna hitam dan biru tua, melambangkan karakter yang tegas, sementara kammumu atau corak hatta, terkenal karena hubungannya dengan Wakil Presiden Mohammad Hatta, yang menyukai sarung ini ketika berkunjung ke Samarinda. Pilihan warna dan bentuk dalam motif-motif ini merupakan cerminan dari kreativitas dan nilai budaya masyarakat setempat.
(tim redaksi)