POJOKNEGERI.COM - Google Doodle hari ini, Senin 8 November 2021 menampilkan ilustrasi seorang perempuan yang mengenakan kerudung.
Sosok ilustrasi yang tampil di Google Doodle itu ialah Roehana Koeddoes.
Siapa dia?
Berikut tim redaksi pojoknegeri.com himpun informasi perihal Roehana Koeddoes.
1. Wartawati pertama Indonesia
Dikutip dari Wikipedia, Roehana Koeddoes ( 20 Desember 1884 – 17 Agustus 1972) adalah wartawati pertama Indonesia.
Pada 1911, Ruhana mendirikan sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) di Koto Gadang.
Sembari aktif di bidang pendidikan yang disenanginya, Ruhana menulis di surat kabar perempuan, Poetri Hindia. Ketika dibredel pemerintah Hindia-Belanda, Ruhana berinisiatif mendirikan surat kabar, bernama Sunting Melayu, yang tercatat sebagai salah satu surat kabar perempuan pertama di Indonesia.
Ruhana lahir dari ayahnya yang bernama Mohamad Rasjad Maharadja Soetan dan ibunya bernama Kiam. Roehana adalah kakak tiri dari Soetan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia yang pertama dan juga mak tuo (bibi) dari penyair terkenal Chairil Anwar. Dia juga sepupu Agus Salim.
2. Hidup di zaman Kartini
Roehana hidup pada zaman yang sama dengan Kartini, ketika akses perempuan untuk mendapat pendidikan yang baik sangat dibatasi.
Pada tanggal 7 November 2019, Ruhana dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo dalam sebuah upacara di Istana Negara.
Yang menerima penghargaan mewakili keluarga ahli waris adalah Janeydy, cucu dari Rohana.
3. Pioner surat kabar perempuan Soenting Melajoe
Keinginan untuk berbagi cerita tentang perjuangan memajukan pendidikan kaum perempuan di kampungnya ditunjang kebiasaannya menulis berujung dengan diterbitkannya surat kabar perempuan yang diberi nama Soenting Melajoe pada tanggal 10 Juli 1912.
Soenting Melajoe merupakan surat kabar yang terbit tiga kali dalam seminggu. Soenting Melajoe tercatat dalam sejarah sebagai surat kabar perempuan pertama di Indonesia yang pemimpin redaksi, redaktur dan penulisnya adalah perempuan.
4, Dirikan sekolah Roehana School
Di Bukittinggi Roehana mendirikan sekolah dengan nama “Roehana School”. Roehana mengelola sekolahnya sendiri tanpa minta bantuan siapa pun untuk menghindari permasalahan yang tak diinginkan terulang kembali.
Roehana School sangat terkenal muridnya banyak, tidak hanya dari Bukittinggi tetapi juga dari daerah lain. Hal ini disebabkan Roehana sudah cukup populer dengan hasil karyanya yang bermutu dan juga jabatannya sebagai Pemimpin Redaksi Sunting Melayu membuat eksistensinya tidak diragukan.
Tak puas dengan ilmunya, di Bukittinggi Roehana memperkaya keterampilannya dengan belajar membordir pada orang Cina dengan menggunakan mesin jahit Singer. Karena jiwa bisnisnya juga kuat, selain belajar membordir Roehana juga menjadi agen mesin jahit untuk murid-murid di sekolahnya sendiri.
Roehana adalah perempuan pertama di Bukittinggi yang menjadi agen mesin jahit Singer yang sebelumnya hanya dikuasai orang Tionghoa.
Dengan kepandaian dan kepopulerannya Roehana mendapat tawaran mengajar di sekolah Dharma Putra.
Di sekolah ini muridnya tidak hanya perempuan tetapi ada juga laki-laki. Roehana diberi kepercayaan mengisi pelajaran keterampilan menyulam dan merenda. Semua guru di sini adalah lulusan sekolah guru kecuali Roehana yang tidak pernah menempuh pendidikan formal.
Namun Roehana tidak hanya pintar mengajar menjahit dan menyulam melainkan juga mengajar mata pelajaran agama, budi pekerti, Bahasa Belanda, politik, sastra, dan teknik menulis jurnalistik.
5. Terus berjuang
Hingga ajalnya menjemput, dia masih terus berjuang.
Termasuk ketika merantau ke Lubuk Pakam dan Medan.
Di sana dia mengajar dan memimpin surat kabar Perempuan Bergerak. Kembali ke Padang, ia menjadi redaktur surat kabar Radio yang diterbitkan Tionghoa-Melayu di Padang dan surat kabar Cahaya Sumatra.
Perempuan yang wafat pada 17 Agustus 1972 itu mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara, serta menjadi kebanggaan bagi kaum hawa yang diperjuangkannya.Hingga ajalnya menjemput, dia masih terus berjuang.
Termasuk ketika merantau ke Lubuk Pakam dan Medan. Di sana dia mengajar dan memimpin surat kabar Perempuan Bergerak. Kembali ke Padang, ia menjadi redaktur surat kabar Radio yang diterbitkan Tionghoa-Melayu di Padang dan surat kabar Cahaya Sumatra.
Perempuan yang wafat pada 17 Agustus 1972 itu mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara, serta menjadi kebanggaan bagi kaum hawa yang diperjuangkannya.
(redaksi)