POJOKNEGERI.COM - Tongkat Cakra Pangeran Diponegoro dituding jadi penyebab retaknya hubungan Presiden Joko Widodo dengan Anies Baswedan.
Anies dituding menelikung Presiden Jokowi pada penyerahan tongkat bersejarah tersebut.
Kisah mengenai tongkat Cakra Pangeran Diponegoro kini kembali ramai diperbincangkan.
Anies Baswedan menerima tongkat Pusaka Kanjeng Kiai Tjokro atau Tongkat Cakra Pangeran Diponegoro saat ia menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).
Penyerahan Tongkat Cakra Pangeran Diponegoro dilakukan pada saat pembukaan pameran seni rupa ”Aku Diponegoro” di Galeri Nasional Indonesia Jakarta, Kamis (5/2/2015) silam.
Anies sendiri diketahui dilantik menjadi mendikbud pada 27 Oktober 2014 dan berakhir pada 27 Juli 2016.
Anies menjelaskan, penyerahan tongkat Cakra Pangeran Diponegoro berawal saat dirinya menerima kedatangan kedutaan Belanda dan menyampaikan bahwa tongkat Cakra Pangeran Diponegoro akan dikembalikan kepada Indonesia.
Anies saat itu baru bertugas menjadi Mendikbud.
Namun, penyerahan barang tersebut harus dijaga kerahasiaannya mulai dari tempat, waktu, dan lainnya mengingat barang tersebut begitu berharga.
Terlebih, banyak orang yang mencoba memburu barang tak ternilai harganya itu.
Setelah menerima perwakilan kedutaan Belanda, Anies pun kemudian melaporkannya kepada Presiden Jokowi.
Anies saat itu melaporkan kepada Presiden Jokowi akan pengembalian tongkat Cakra Pangeran Diponegoro.
Kemudian barulah diatur proses penyerahannya hingga akhirnya penyerahan dilakukan dalam acara pameran seni rupa ”Aku Diponegoro” di Galeri Nasional Indonesia Jakarta, Kamis (5/2/2015).
"Cavernya itu. Supaya ada event. Kemudian Cakra tadi di bawa Tang (perwakilan pihak Belanda), kita tidak tahu. Pemerintah Belanda (juga) tidak memberitahu kepada kita, penerbangan jam berapa? Kapan? Siapa pun tidak ada yang tahu,” ucap Anies Baswedan.
Menurut Anies Baswedan, awalnya Presiden Jokowi akan hadir dalam acara penyerahan tongkat Cakra Pangeran Diponegoro tersebut di galeri nasional.
Namun, satu atau dua hari sebelum penyerahan, Presiden Jokowi ternyata ada acara ke Filipina.
Akhirnya acara yang semula harusnya dihadiri presiden, kemudian diwakilkan kepada Mendikbud yang saat itu dijabat Anies.
Anies menegaskan tidak ada istilah menelikung Presiden di balik penyerahan Tongkat Cakra Pangeran Diponegoro.
“Saya mewakili di situ. Dan ini biasa, ketika presiden tidak hadir menteri yang relevan hadir di situ," tuturnya.
Sementara itu, ahli sejarah Diponegoro asal Inggris, Peter Carey pada acara pameran seni rupa ”Aku Diponegoro” di Galeri Nasional Indonesia Jakarta, Kamis (5/2/2015) silam mengungkap bila penyerahan tongkat Pangeran Diponegoro tersebut memang dirahasiakan.
Menurut Peter Carey, tongkat tersebut diperoleh Pangeran Diponegoro dari warga pada sekitar tahun 1815.
Tongkat itu lantas digunakan semasa menjalani ziarah di daerah Jawa selatan, terutama di Yogyakarta.
Itu terjadi sebelum Diponegoro mengobarkan perang terhadap Hindia Belanda pada 1825-1830.
Selama 181 tahun tongkat tersebut sebelumnya disimpan oleh salah satu keluarga keturunan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jean Chretien Baud (1833-1834).
Kemudian Michiel Baud mewakili keluarga besar keturunan JC Baud menyerahkan pusaka tongkat ziarah Diponegoro kepada pemerintah Indonesia.
JC Baud menerima tongkat ziarah Diponegoro, yang juga disebut tongkat Kanjeng Kiai Tjokro, dari Pangeran Adipati Notoprojo.
Notoprojo adalah cucu komandan perempuan pasukan Diponegoro, Nyi Ageng Serang.
Notoprojo dikenal sebagai sekutu politik bagi Hindia Belanda.
Ia pula yang membujuk salah satu panglima pasukan Diponegoro, Ali Basah Sentot Prawirodirjo, untuk menyerahkan diri kepada pasukan Hindia Belanda pada 16 Oktober 1829.
Tongkat Kanjeng Kiai Tjokro dipersembahkan Notoprojo kepada JC Baud saat inspeksi pertama di Jawa Tengah pada musim kemarau tahun 1834.
Kemungkinan Notoprojo berusaha mengambil hati penguasa kolonial Hindia Belanda.
Sejak 1834, Baud dan keturunannya di Belanda merawat tongkat ziarah Diponegoro itu hingga akhirnya dipulangkan ke Indonesia pada Kamis (5/2/2015).
Berdasarkan penelusuran Peter Carey, Tongkat Kanjeng Kiai Tjokro menjadi artefak spiritual sangat penting bagi Diponegoro, terutama dari simbol cakra di ujung atas tongkat sepanjang 153 sentimeter itu.
Berdasarkan mitologi Jawa, cakra sering digambarkan digenggam Dewa Wisnu pada inkarnasinya yang ketujuh sebagai penguasa dunia.
Diponegoro kemudian menganggap perjuangannya sebagai perang suci untuk mengembalikan tatanan moral ilahi demi terjaminnya kesejahteraan rakyat Jawa.
Perang juga dianggap sebagai pemulihan keseimbangan masyarakat.
(redaksi)