POJOKNEGERI.COM - Pemerintah menargetkan pemanfaatan nuklir sebagai langkah ketahanan energi pada 2032 mendatang.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, hal itu tengah dibahas oleh Dewan Energi Nasional (DEN).
"Menyangkut nuklir, ini adalah langkah terobosan yang harus kita ambil. Di DEN, hal ini telah dibahas secara serius. Targetnya, pada tahun 2032, energi nuklir sudah bisa jalan" Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia dilansir dari Kompas.com
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto berkomitmen menjadikan nuklir sebagai bagian dari diversifikasi sumber energi, untuk memenuhi kebutuhan sekaligus mengatasi perubahan iklim.
Menurut Bahlil, kini pemerintah juga sedang menyelesaikan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pembentukan Komite Pelaksana Program Energi Nuklir (KP2EN).
Sosialisasi dan diskusi terkait pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) juga telah dilakukan, sebagai bagian dari transisi energi menuju net zero emission (NZE) 2060
Bahlil menjelaskan bahwa nuklir digunakan untuk memperluas bauran energi terbarukan.
Lainnya, bisa memangkas biaya pokok penyediaan listrik.
Ia menilai, pemanfaatan nuklir menjadi solusi menghadapi tantangan energi di masa depan.
“Sebagai tahap awal, kami akan memulai dalam skala kecil, mungkin sekitar 250-500 megawatt. Namun, ke depan pengembangan akan dilakukan dalam skala yang lebih besar,” kata Bahlil Lahadalia.
Pemerintah meyakini, energi nuklir dapat menjadi solusi jangka panjang yang efisien dan ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan energi.
Sementara itu, pengembangan PLTN selaras dengan target pemerintah dalam mencapai bauran energi baru dan terbarukan 23 persen pada 2025.
Bahlil mengkapkan, DEN akan melakukan pendampingan teknis maupun sosialisasi terkait pembangunan PLTN, termasuk memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai keamanan dan manfaat teknologi nuklir.
Dengan selesainya rancangan R-Perpres KP2EN, kata Bahlil, Indonesia kini berada pada jalur yang lebih terarah dalam pengembangan energi nuklir.
Dia mencatat beberapa tantangan, antara lain teknologi dan pendanaan.
Kendati begitu, Bahlil optimistis langkah ini akan memberikan kontribusi besar bagi sistem energi nasional yang lebih efisien serta berkelanjutan.
(*)