POJOKNEGERI.COM - Pemerintah Indonesia tengah mempertimbangkan langkah strategis untuk mempercepat pelantikan kepala daerah terpilih pada Pilkada 2024.
Melalui pernyataan resmi Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, pemerintah berencana untuk melantik kepala daerah yang tidak terlibat dalam sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) lebih dahulu.
Langkah ini diambil guna memastikan pelaksanaan pemerintahan di daerah bisa berjalan dengan efektif, sementara proses hukum terkait sengketa Pilkada tetap dihormati dan diselesaikan di MK. Pelantikan kepala daerah yang tak terlibat sengketa diharapkan akan memberikan kepastian dan kelancaran dalam pengelolaan daerah yang lebih optimal, tanpa menunggu proses hukum yang lebih lama.
"Nah pemerintah itu berkeinginan supaya mudah-mudahan smooth ya, sengketa ini jalan terus di MK, tetapi yang tidak ada sengketa ya bisa dipertimbangkan untuk di bagaimana apakah dilantik lebih dulu," kata Yusril di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (10/1/2025).
Yusril menjelaskan ada dua putusan MK terkait pelantikan kepala daerah yang perlu mendapatkan klarifikasi langsung dari MK. Pemerintah, lanjutnya, juga akan membicarakan dengan DPR nantinya terkait dua putusan MK ini.
Yusril mengatakan bakal berdiskusi khusus dengan Menteri Dalam Negeri untuk memecahkan masalah teknis soal aturan MK terkait pelantikan kepala daerah ini supaya tidak ada masalah di lapangan.
"Karena ada dua putusan MK yang pertimbangan hukumnya itu agak menimbulkan keragu-raguan, apakah MK menghendaki pelantikan itu nanti, serentak, apabila sudah selesai sengketa ataukan bisa dilantik yang tidak sengketa lebih dulu," kata dia.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024, pelantikan kepala daerah terpilih dijadwalkan pada Februari 2025. Rencananya, pelantikan akan dilakukan secara serentak dengan dua tahap utama: pelantikan gubernur dan wakil gubernur pada 7 Februari 2025, dan pelantikan bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota pada 10 Februari 2025.
Meski begitu, Perpres itu memperbolehkan pelantikan kepala daerah dapat dilaksanakan setelah tanggal itu. Namun, pelantikan tersebut hanya berlaku dengan tiga kondisi di pasal 2A ayat (3).
Pertama, perselisihan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di Mahkamah Konstitusi. Kedua, putaran kedua untuk Pilgub DKI Jakarta. Ketiga, keadaan memaksa atau force majeur yang menyebabkan tertundanya pelaksanaan pelantikan.
Setidaknya sudah ada 21 pasangan calon gubernur-wakil gubernur yang telah ditetapkan sebagai gubernur-wakil gubernur terpilih yang tersebar di 21 provinsi oleh KPU per Kamis (9/1) kemarin.
Mereka yang telah ditetapkan sebagai gubernur-wakil gubernur terpilih oleh KPU ini lantaran daerahnya tidak terdapat permohonan perselisihan hasil Pilkada di MK.
(*)