POJOKNEGERI.COM - Pasca Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Lukas Enembe, praktis tidak ada pimpinan tertinggi pengambilan kebijakan di Provinsi Papua.
Lukas Enembe yang telah berstatus tersangka kasus gratifikasi senilai Rp 1 miliar sejak September 2022 itu saat ini ditangkap KPK dan menjalani perawatan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
Ketiadaan pengambil kebijakan strategis di Papua secara praktis juga disebabkan kosongnya kursi wakil gubernur di provinsi yang kaya sumber daya alam tersebut.
Kursi pendamping Lukas Enembe yang sebelumnya diduduki Klemen Tinal sejak 2014 belum menemukan penghuni barunya, setelah politikus Golkar tersebut tutup usia pada 21 Mei 2021 akibat serangan jantung.
DPR Papua dan pemerintah belum mencapai sepakat untuk menentukan satu nama Wakil Gubernur (Wagub) Papua hingga sekarang.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebut bahwa mereka bakal mencermati proses dan tindakan hukum terhadap Lukas Enembe yang saat ini dilakukan KPK.
"Sehingga tidak akan sampai mengganggu jalannya pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di Papua," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benni Irwan, dilansir dari Kompas.com.
Benni mengatakan, langkah lanjutan pemerintah akan bergantung pada kepastian status Lukas Enembe setelah ditangkap KPK.
"Status inilah nantinya yang akan menjadi dasar dan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah pembinaan dan pengawasan kepada Pemda Papua lebih lanjut," ujarnya.
Sementara itu, Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa kepala daerah diberhentikan sementara dari jabatannya apabila menjadi terdakwa tindak pidana korupsi atau tindak pidana lain yang diancam hukuman lebih dari 5 tahun penjara.
Lukas Enembe sampai saat ini diketahui belum berstatus terdakwa.
Kekosongan kursi Wagub Papua sebelumnya dikait-kaitkan dengan intervensi Istana.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief mengatakan, Partai Demokrat dan Gubernur Papua Lukas Enembe sempat mendapatkan ancaman dari pihak yang mengaku sebagai utusan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Andi, orang itu mengancam karena Lukas Enembe dan Demokrat tak menyetujui permintaan soal jabatan Wakil Gubernur Papua diisi oleh orang dekat Istana.
Kandidat yang diusulkan orang tersebut adalah mantan Kapolda Papua yang sekarang didapuk menjadi Penjabat Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw.
“Ancamannya, kalau enggak mau, Pak Lukas dan Pak Yunus (kader Demokrat Yunus Wonda) akan kena kasus hukum,” kata Andi saat dihubungi Kompas.com pada 24 September 2022.
Andi mengungkapkan, orang yang menyampaikan permintaan dan ancaman itu adalah oknum partai politik (parpol) tertentu.
“Kalau ke kami oknum partai, yang jelas mengaku diminta Pak Jokowi,” ujar Andi.
Menurut dia, Demokrat tak bisa menyetujui permintaan orang tersebut karena partai itu mendorong Yunus Wonda untuk menggantikan Wagub Papua Klemen Tinal yang meninggal pada 21 Mei 2021.
“Jawaban kami, kalau Pak Yunus Wonda mundur, enggak mungkin karena itu kader kami,” ujar Andi.
“Tapi, kalau mau bertarung, silakan dapatkan (restu) dari partai-partai (pengusung) lain,” katanya lagi.
(redaksi)