POJOKNEGERI.COM - Dinamika Politik yang terjadi saat ini cukup signifikan. Partai Amanat Nasional (PAN) mengambil langkah bergabung dengan koalisi gemuk yang dikomandoi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Hal ini dinilai wajar karena tahapan perhelatan Pilpres dan Pileg akan segera dimulai pada Februari 2022.
Performa partai politik telah bermunculan sekalipun di tengah pandemi yang tidak tahu kapan akan berakhir.
Menanggapi isu koalisi ini, Ketua Center for Strategic Policy Studies (CSPS) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia, Guntur Subagja dalam suatu agenda diskusi CSPS SKSG menyebutkan bahwa ini adalah isu yang sangat strategis.
"Koalisi politik bukan barang terlarang namun justru menjadi fenomena kekuatan politik sebelum memasuki babak kontestasi," ujarnya.
Sementara itu, Peneliti CSPS SKSG Universitas Indonesia, Marlon Kansil mencermati koalisi politik sebagai isu baru yang mulai dibicarakan pada wilayah media mainstream maupun sosial.
"Partai koalisi gemuk menjadi semakin gemuk namun bisa menjadi bumerang bagi pemerintah yang didukung," ujarnya.
Marlon Kansil memprediksikan bahwa koalisi gemuk PDIP dan partai pendukung dapat membuat posisi Presiden dan kabinetnya sebagai government of without porto folio.
Ditambahkan pula bahwa koalisi partai bukanlah menjadi variabel penentu kemenangan presiden.
Namun, masyarakat dan kelompok kepentingan secara de facto menjadi faktor penentu utama.
Hal yang sama dikatakan oleh Founder and Chairman Forum Satu Bangsa, Hery Haryanto Azumi bahwa arus politik di Indonesia bertumpu pada politics of upper and lower currents .
"Politik arus atas seperti parpol dan semua elemen pendukungnya tidak akan bisa memenangkan kontestasi tanpa daya dukung masyarakat bawah," ujar Hery.
(redaksi)