Tragedi kecelakaan lalu lintas yang menimpa dua pelajar SMP Negeri 31 di Kecamatan Palaran, Kota Samarinda, menjadi sorotan banyak pihak.Namun, lebih...
POJOKNEGERI.COM, SAMARINDA - Tragedi kecelakaan lalu lintas yang menimpa dua pelajar SMP Negeri 31 di Kecamatan Palaran, Kota Samarinda, menjadi sorotan banyak pihak.
Namun, lebih dari sekadar angka korban, peristiwa ini memunculkan satu pertanyaan mendasar di mana tanggung jawab negara dalam menyediakan transportasi yang aman bagi pelajar.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Samarinda, Hotmarulitua Manalu, menilai bahwa kasus ini bukan hanya soal pelanggaran aturan oleh pelajar, melainkan juga akibat dari minimnya pilihan moda transportasi yang layak dan terjangkau.
“Kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pelajar ketika tidak ada angkutan pelajar, maka anak-anak dan orang tua terpaksa memilih jalan cepat, membawa motor sendiri,” ujarnya, Jumat (25/4/2025).
Menurut data sepanjang 2023-2025, terdapat 427 korban kecelakaan lalu lintas yang melibatkan pelajar, dengan 320 di antaranya sebagai pelaku.
Jumlah ini menunjukkan kondisi darurat yang tak bisa lagi diabaikan.
“Kalau kita tidak melakukan langkah mitigasi, angka ini akan terus bertambah. Padahal, kita sedang menuju generasi emas 2045,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, terdapat sejumlah langkah, termasuk sosialisasi kepada masyarakat hingga tingkat RT, penegakan aturan bagi pelajar yang belum memiliki SIM, serta dorongan agar pemerintah provinsi menyediakan bus sekolah.
Di sisi lain, Kasat Lantas Polresta Samarinda, Kompol La Ode Prasetyo, menggarisbawahi pentingnya peran orangtua.
“Jangan sampai orang tua justru jadi penyedia kendaraan bagi anak-anak yang belum cukup umur. Ingat, satu nyawa yang melayang itu terlalu mahal harganya,” katanya.
Selain itu, pihak kepolisian juga akan meningkatkan patroli di sekitar sekolah dan tidak segan memberikan tilang jika ditemukan pelajar mengendarai kendaraan bermotor tanpa SIM.
Sayangnya, hingga kini belum ada komitmen konkret dari pemerintah provinsi terkait penyediaan transportasi pelajar.
Padahal, bagi siswa SMA yang menjadi kewenangan provinsi, solusi ini sangat mendesak. (*)