POJOKNEGERI.COM - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menetapkan aturan terkait pembayaran manfaat jaminan hari tua atau JHT hanya bisa dicairkan pada usia peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 56 tahun.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2/2022 ini juga sekaligus mencabut Peraturan Menteri Nomor 19 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Manfaat Jaminan Hari Tua.
Persoalan ini juga tim redaksi pertanyakan dengan Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah atau kerap disapa Castro.
Pertanyaan yang diberikan adalah apakah perihal pencairan JHT ini masuk dalam turunan dari UU Ciptaker.
Pasalnya, banyak pihak menilai Kemenaker melihat karena ada JKP, maka JHT bisa cair di usia 56 tahun.
Terkait itu, Castro sampaikan bahwa hal ini memang agak rumit.
Ia jelaskan, memang dalam konsideran (menimbang dan mengingat) Permenaker 2/2020 itu tidak menyebut secara eksplisit baik UU 11/2020 Cipta Kerja maupun PP 37/2021 tentang JKP.
"Jadi sepintas Permenaker ini seolah tidak ada hubungan sama sekali. Tapi justru itu masalahnya, ada semacam penyelundupan hukum. Permenaker ini seperti ingin mengakali putus MK 91 itu yang melarang dikeluarkannya kebijakan strategis dan berdampak luas," jelasnya melalui pesan WhatsApp, Sabtu (12/2/2022).
"Tapi kan kita paham kalau Permenaker itu adalah bagian yang tidak bisa dipisah dengan UU Cipta Kerja khususnya soal JKP," ucapnya.
Castro juga menyoroti pernyataan staf khusus Menaker, Dita Indah Sari yang menyebut kalau JKP jadi opsi kalau JHT dibayar saat usia 56 tahun.
"Padahal PP 37/2021 tentang JKP sendiri kan dalam keadaan beku akibat putusan MK. Jadi tidak bisa dipakai untuk menutupi kepentingan JHT itu. Begitulah hukum coba diselundupkan," ucapnya.
Bantah dana digunakan untuk pembangunan IKN
Usai adanya informasi dana Jaminan Hari Tunai (JHT) baru bisa dicarikan saat peserta memasuki usia 56 tahun, muncul pula adanya isu baru.
Hal itu adalah isu dana JHT itu akan digunakan untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
Hal ini kemudian ditepis oleh pemerintah.
Staf Khusus Kementerian Ketenagakerjaan Dita Indah Sari menjelaskan bahwa akun JHT adalah akun pribadi setiap pekerja. Oleh karena itu, iurannya tidak bisa diusik maupun diutak-atik oleh pemerintah dan pemerintah juga tidak bisa mengakses akun tersebut karena sifatnya individu.
"Jadi kalau ada tuduhan bahwa itu digunakan, nggak mungkin karena akunnya itu sudah milik pribadi per pribadi yang hanya bisa dicek oleh si pemegang akun itu. Privasi dan secrecy-nya (kerahasiaannya) itu betul-betul hanya pemilik akun itu. Jadi nggak usah khawatir bahwa ini nanti mau dipakai," tutur Dita dikutip dari detik.com
Sementara itu, untuk spekulasi bahwa pemerintah ingin menggunakan dana JHT untuk pembangunan ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim). Dita menepis tudingan-tudingan tersebut.
Dita memastikan dana JHT milik pekerja tidak bisa dipinjam oleh pemerintah untuk menangani COVID-19, pembangunan IKN, atau hal lainnya.
"Ada yang bilang dipakai buat COVID, terus IKN/ibu kota baru, nggak mungkin, nggak bisa akses pemerintah," tegas Dita.
Dita menjamin dana JHT tidak akan menguap dan menghilang. Masyarakat pun bisa terus melakukan pengecekan melalui aplikasi Jamsostek Mobile.
"Masyarakat bisa langsung mengecek keberadaan uangnya melalui Jamsostek Mobile. Jadi mereka bisa cek terus, jadi nggak mungkin menguap misalnya, bahkan jika masyarakat lupa mengklaim pun itu uangnya nggak hilang, anytime mereka klaim itu tetap ada," jelas Dita.
Link petisi tolak permenaker yang atur pencairan JHT
Di media sosial, beredar pula petisi yang menolak adanya permenaker atur pencairan JHT itu.
Diakses pada Senin (14/2/2022) sore, petisi itu telah ditandatangani lebih 360 ribu orang.
Berikut link petisinya:
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)