POJOKNEGERI.COM, SAMARINDA - Sidang kasus korupsi proyek peningkatan jalan di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), yang menyeret pejabat Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN), Kalimantan Timur (Kaltim) kembali berlanjut di Pengadilan Tipikor Samarinda, Kamis (13/6/2024).
Pada sidang lanjutan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mendengarkan keterangan sejumlah saksi. Kali ini, saksi dihadirkan sebanyak tiga orang, yang semuanya berasal dari pihak swasta.
Mereka adalah Nurfida Sari, Ayu Andila dan Nurmila Abuamin sebagai staf di PT Fajar Pasir Lestari (FPL). Di hadapan pimpinan sidang, Hakim Ketua Nyoto Hindaryanto dengan Hakim Anggota Nur Salaman dan Fauzi Ibrahim, JPU KPK kembali mendalami aliran uang korupsi yang diterima terdakwa Rachmat Fadjar selaku Kasatker PJN I dan Raido Sinaga, sebagai PPK 1.3, BBPJN Kaltim.
“Jadi saksi (Ayu Andila) ada menyerahkan sejumlah uang, sebagai fee dari proyek,” tanya JPU KPK di dalam persidangan.
“Iya, ada kurang lebih RP 600 juta yang diserahkan ke Hendra (terdakwa kasus sebelumnya),” jawab Ayu Andila.
Uang ratusan juta itu diketahui berasal dari pencairan proyek yang tengah dikerjakan PT FPL. Setelah diserahkan kepada Hendra Sugiarto, uang itu lantas diberikan kepada PPK.
“Kemudian dikembalikan lagi Rp 400 juta. Kemudian sama Hendra saya disuruh putar (uang) untuk beli aspal. Tapi ternyata besok malamnya OTT (operasi tangkap tangan) KPK,” terangnya.
Selain uang yang dikembalikan, dengan nominal yang sama Ayu Andila juga pernah membawa Rp 600 juta untuk diserahkan kepada terdakwa Rachmat Fadjar.
“Iya ada Rp 600 juta lain yang diantar untuk Rachmat Fadjar. Waktu itu saya disuruh pak Abdul Ramis (terdakwa lain dari kasus sebelumnya). Uang itu dari pencairan proyek Simpang Batu Labuhan,” bebernya.
Setelah kesaksian Ayu Andila, JPU lantas mencecar saksi Nurmila Abuamin terkait aliran uang korupsi serupa. Di persidangan, Nurmila mengaku kalau dirinya mengetahui adanya fee sebesar 10 persen dari setiap proyek yang dimenangkan PT FPL.
“Tau itu (fee 10 persen) dari pak Ramis dan pak Hendra,” jelasnya.
Sama seperti Ayu Andila, Nurmila juga mengaku pernah memberikan sejumlah uang untuk diserahkan kepada Raido Sinaga. Totalnya sekira Rp 215 juta.
“Tapi saya tidak pernah ketemu langsung dengan pak Naga (Raido Sinaga). Saya hanya disuruh titip ke stafnya si Angga (Honorer di Satker PJN I),” terangnya.
Selain pemberian fee, Nurmila juga menyebut terkadang dirinya diperintah oleh Abdul Ramis selaku pimpinan perusahaan untuk menyerahkan uang lelang kepada Angga Honorer di Satker PJN I.
“Kadang Rp 30 juta, kadang Rp 50 juta,” timpalnya.
Tak hanya itu, Nurmila juga menyebut dirinya kerap memberi uang Rp 50 juta kepada para pegawai di Satker PJN I dengan bahasa ‘uang admin’. Uang admin dijelaskannya sebagai upah pemulus agar setiap ada kekurangan berkas PT FPL, bisa dicetak di kantor Satker PJN I.
“Ada lagi untuk admin Kasatker, nilainya Rp 20 juta,” jelas Nurmila.
Terakhir, saksi Nurfida Sari selaku staf keuangan PT FPL mengaku pernah menarik uang pencairan proyek senilai Rp 766 juta, yang selanjutnya diserahkan kepada Hendra Sugiarto.
“Setelah saya tarik uang itu, kemudian saya kasihkan dalam bentuk kes,” kata Nurmila.
Meski mengaku hanya menjalankan perintah, namun di persidangan dengan lugas Nurmila mengaku mengetahui adanya kewajiban fee 10 persen untuk pejabat Satker PJN I dari setiap proyek yang didapatkan PT FPL.
Diakhir, JPU KPK Rudi Dwi Prastyono menjelaskan pada persidangan saat ini dengan jelas ketiga saksi menggambarkan adanya aliran uang korupsi yang diterima terdakwa Rachmat Fadjar dan Raido Sinaga.
“Tadi di persidangan terungkap berapa-besarannya, dan berapa kali pemberiannya, kemudian juga jelas itu ada bahasa fee. Kemudian juga terungkap penyalurannya seperti apa, dan melalui siapa,” jelas Rudi.
Meski telah mendapat kesaksian terkait aliran dana korupsi, namun pada sidang selanjutnya Rudi menyebut kalau JPU KPK akan kembali menghadirkan saksi dari pihak swasta. Namun para saksi nantinya tidak berasal dari PT FPL.
“Selanjutnya kita masih menghadirkan saksi juga, masih terkait pemberian pemberian fee tapi dari perusahaan berbeda. Nanti kita lihat di persidangan, yang jelas masih dari PT (perusahaan swasta) tapi selain dari PT FPL,” pungkasnya.
Sebelumnya, Rachmat Fadjar didakwa JPU KPK telah menerima hadiah berupa uang alias suap seluruhnya sejumlah Rp 1.068.600.000 dari Abdul Ramis dan Hendra Sugiarto, dan uang sejumlah Rp 20 Juta dari Nono Mulyanto yang diterima Terdakwa I Rachmad Fadjar.
Sementara terdakwa Raido Sinaga didakwa telah menerima uang sejumlah Rp 550 Juta dari Abdul Ramis dan Hendra Sugiarto. Kemudian Rp 260 Juta dari Nono Mulyanto.
Pemberian suap ini bertalian dengan paket pekerjaan peningkatan Jalan Simpang Batu – Laburan, Kabupaten PPU, yang dimenangkan para terdakwa Abdul Ramis, Hendra Sugiarto, dan Nono Mulyanto dengan Nilai kontrak Pekerjaan Rp49.780.413.000.
Atas perbuatannya itu, kedua Terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf b Junto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP, Junto Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana dalam Dakwaan Primair.
Subsidair Pasal 11 Junto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP, Juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana.
Perkara ini juga merupakan kelanjutan perkara yang telah diputus Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Samarinda, atas nama Terdakwa Abdul Ramis, Hendra Sugiarto, dan Nono Mulyanto pada 23 April 2024 yang mendudukan Abdul Ramis, Hendra Sugiarto dan Nono Mulyanto yang terbukti melakukan penyuapan terhadap Rachmad Fadjar dan Raido Sinaga.
(tim redaksi)