POJOKNEGERI.COM - Desa Budaya Pampang, sebuah kampung budaya suku Dayak yang terletak di Kelurahan Sungai Siring, Kecamatan Samarinda Utara, Provinsi Kalimantan Timur, menyimpan kisah luar biasa sejak berdirinya pada tahun 1991.
Berdasarkan cerita dari Tetua Adat Suku Dayak Kenyah, Simson Iman mengatakan bahwa desa ini dihuni oleh suku Dayak Apokayan dan Kenyah yang pada tahun 1960-an melakukan perpindahan wilayah dari Kutai Barat dan Malinau. Mereka menetap di Desa Pampang dengan tekad kuat untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, menolak ikut wilayah Malaysia.
Desa Pampang memiliki rumah adat khas suku Dayak yang disebut Lamin Adat Pamung Tawai. Rumah ini, dulunya berbentuk rumah panjang dengan 80 keluarga, mencerminkan keberagaman masyarakat dengan jumlah jiwa mencapai 38 ribu pada masa pemerintahan Belanda. Setelah kemerdekaan, jumlah penduduknya terpencar mulai dari 65 ribu jiwa, dengan keberauan dan pemakaman di berbagai kabupaten.
"Motif ukiran dan warna pada Lamin Adat Pamung Tawai melambangkan persatuan di antara suku Dayak Kenyah, merefleksikan peristiwa perang di masa lampau. Meskipun beragam suku, mereka bersatu di bawah bendera nasional dengan memahami agama yang diperkenalkan oleh pemerintah," kata Simson Iman.
Rumah adat ini telah melewati rehabilitasi satu kali setelah 50 tahun berdiri. Pemerintah ikut membantu dengan mengganti atapnya dan melakukan perbaikan struktural, termasuk menggunakan sirap ulin untuk mengatasi masalah bocor.
Simbol-simbol seperti burung enggang, gambar harimau, dan naga dalam ukiran mempunyai makna filosofis yang dalam. Burung enggang melambangkan pemimpin dan perdamaian, harimau mencerminkan penerimaan suara rakyat, dan naga bercerita tentang keturunan suku Dayak Kenyah yang berawal dari Cina mono/Cina mulia.
Selain itu, tiang-tiang yang menghiasi rumah adat mewakili dukungan masyarakat kepada pemimpin, membentuk fondasi kuat bagi kehidupan bersama. Pada acara khusus, orang-orang berkumpul untuk menggunakan ukiran sebagai simbol kesatuan dan menghindari konflik.
Desa Budaya Pampang tidak hanya menjadi tempat bersejarah, tapi juga menawarkan kekayaan budaya terbesar di Pulau Kalimantan. Dengan rumah adat, tarian-tarian tradisional seperti Hudoq dan Bangen Tawai, serta keunikan berfoto dengan penduduk setempat yang bertelinga panjang, wisatawan dapat merasakan keindahan dan kehangatan Desa Budaya Pampang.
Sebagai destinasi wisata unggulan, Desa Budaya Pampang telah menggelar acara Pelas Tahun setiap tahunnya untuk memperingati ulang tahunnya.
Biaya masuk yang terjangkau sekitar Rp 40.000 memungkinkan pengunjung menikmati semua atraksi, termasuk tarian dan berfoto dengan suku Dayak.
"Untuk tarian tidak setiap hari ada tapi sebulan sekali ada,"ujarnya.
Untuk jarak tempuh sekitar 27,8 kilometer dari Kota Samarinda dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih satu jam melalui jalur Jalan Ir H Juanda, Jalan Ahmad Yani, Jalan Pampang Muara, dan Jalan Wisata Budaya Pampang. Pengguna kendaraan umum dapat menggunakan trayek Samarinda - Sei Siring, dengan memberi tahu supir untuk turun di Pampang.
Desa Budaya Pampang tidak hanya menjadi destinasi wisata, tetapi juga menyimpan cerita luar biasa tentang keberanian dan semangat suku Dayak dalam mempertahankan identitasnya. Sebuah perjalanan yang memukau, mengajak kita untuk lebih mengenal dan menghargai kekayaan budaya Indonesia.
(*)