POJOKNEGERI.COM - Film Dokumenter "Dirty Vote" masih menjadi perbincangan hangat.
Wakil Ketua Partai Gelora, Fahri Hamzah, memberikan tanggapannya terhadap sorotan yang dialamatkan kepada partainya di film Dirty Vote.
Fahri menjelaskan bahwa Partai Gelora menjadi sasaran sorotan karena memiliki visi yang ambisius.
Salah satu misi ambisius Partai Gelora, yakni mewujudkan mimpi Indonesia sebagai negara superpower.
Fahri menyatakan bahwa visi tersebut mungkin menjadi salah satu faktor yang menarik perhatian dari berbagai pihak, termasuk dari dalam negeri maupun luar negeri.
"Kenapa sih orang gak suka Gelora? Lolos dan hadir dalam pentas politik nasional ini saya mau sampaikan beberapa isu, Gelora punya mimpi Indonesia sebagai negara superpower baru," ucap Fahri Hamzah.
Dikatakan Fahri, meskipun negara superpower baru sebatas mimpi, namun banyak orang yang takut akan hal tersebut.
Sementara itu, pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, melihat tayangan video dokumenter berjudul Dirty Vote, lebih banyak berisikan kritik terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Sehingga menurut Yusril, ada yang menilai video Dirty Vote ini sebagai bentuk propaganda jelang hari-H Pemilu 2024.
Karena tayangan video Dirty Vote tidak berimbang, menurut Yusril wajar bila ada publik yang menilai film dokumenter tersebut merupakan pesanan dari pihak atau kubu tertentu.
Yusril yang juga bagian dari Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, menjelaskan dirinya juga pernah terlibat dalam penggarapan film, baik film serial, action, maupun layar lebar.
Sehingga ia merasa dapat menilai bahwa Dirty Vote bukanlah sebuah film dokumenter. Melainkan kumpulan tayangan kutipan berita, dan opini dari tiga pakar di dalamnya, yaitu Feri Amsari, Zainal Arifin Mochtar dan Bvitri Susanti.
"Saya melihat Dirty Vote ini adalah tidak bisa ini dikatakan sebagai film dokumenter karena menayangkan berbagai pemberitaan media melalui audio visual, kemudian tiga pakar," tutur Yusril Ihza Mahendra.
Meski begitu, Yusril juga melihat ada sisi edukasi dari Dirty Vote, yakni tentang ajakan kepada pemilih supaya berhati-hati menentukan pilihan.
Lalu, ada ajakan kepada masyarakat agar lebih kritis terhadap perkembangan politik dan situasi Pemilu saat ini.
Menurut Yusril, materi kritik dari film Dirty Vote adalah sebuah hal yang wajar di negara demokrasi.
Di mana setiap orang bebas mengemukakan pendapat.
Tapi kata mantan menteri sekretaris negara itu, sebuah kewajaran juga bila ada pihak yang mengkritik video Dirty Vote sebagai sebuah propaganda untuk menjatuhkan pamor dari salah satu pasangan capres-cawapres. (*)