Warga dan Perempuan Suku Balik Tolak Penggusuran Kampung, Proyek Dinilai Kedok Rencana Penanganan Banjir IKN
POJOKNEGERI.COM - Pada hari ini puluhan warga adat suku Balik di Kelurahan Sepaku Lama, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur melakukan aksi pemasangan berbagai spanduk dan baliho.
Pemasangan spanduk dan baliho itu berisi tentang pernyataan sikap menolak rencana penggusuran kampung dan rumah mereka di sekitar dan sepanjang Sungai Sepaku, Penajam Paser Utara untuk Proyek Penanganan Banjir atau Normalisasi Sungai Sepaku.
Proyek Balai Wilayah Sungai Kalimantan IV dan Kementerian PUPR ini bernilai Rp 242 miliar rupiah dan disebut dijalankan oleh kontraktor PT Abipraya dan Prima KSO sejak awal tahun 2023. Proyek inilah yang diprotes karena dinilai akan menggusur warga adat Suku Balik dan ruang hidupnya.
Puluhan warga yang terdiri dari para petinggi adat, Ibu-ibu, perempuan dan para pemuda ini mulai memasang berbagai spanduk dan plang tersebut sejak pukul 09:00 Wita pagi di depan rumah dan halaman mereka masing-masing, juga beberapa titik dekat dengan fasilitas umum di wilayah RT 3 Sepaku Lama.
Beberapa isi pesan dalam spanduk dan Baliho ini bertuliskan diantaranya, “Masyarakat Adat Menolak Penggusuran Situs-Situs Sejarah Leluhur”, “Masyarakat Adat Balik Menolak Program Penggusuran Kampung di IKN”, serta “Masyarakat Adat Balik Menolak Relokasi”.
Pemasangan spanduk dan baliho itu merupakan respon tandingan terhadap pemasangan patok-patok dan pengukuran tanah secara sepihak yang dilakukan oleh pihak pelaksana proyek.
Selain itu, pemasangan spanduk dan baliho ini merupakan tindak lanjut dari penerapan hasil rapat musyawarah adat pada 13 Februari 2023 sebelumnya yang dihadiri lebih dari 80 warga di Sepaku Lama dan Pamaluan.
Pada berita acara hasil rapat musyawarah tersebut terdapat 8 poin tuntutan warga yakni:
1. Masyarakat adat suku Balik di lokasi IKN terdampak menolak program penggusuran kampung
2. Masyarakat adat Sepaku tidak mau direlokasi atau dipindahkan ke daerah lain oleh pemerintah
3. Masyarakat adat menolak penggusuran situs-situs sejarah leluhur, kuburan atau tempat-tempat tertentu yang diyakini masyarakat adat sebagai situs adat suku balik turun-temurun
4. Masyarakat adat suku Balik menolak dengan keras dipindahkan (Relokasi) atau dipisahkan dari tanah leluhur mereka
5. Masyarakat adat suku Balik di Kecamatan Sepaku menolak perubahan nama kampung nama-nama sungai yang selama ini warga sudah kuasai turun menurun
6. Masyarakat adat suku Balik meminta kepada pihak pemerintah segera membuat kebijakan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Suku Balik di Kecamatan Sepaku
7. Meminta Pemerintah melakukan perhatian khusus terhadap suku Balik yang terdampak aktifitas pembangunan IKN, baik dampak lingkungan serta dampak sosial yang dirasakan oleh masyarakat adat suku Balik di Kecamatan Sepaku
8. Masyarakat adat suku Balik menolak serta tidak bertanggungjawab jika ada tokoh atau kelompok yang mengatasnamankan mewakili atas namakan suku Balik melakukan kesepakatan terkait kebijakan di IKN tanpa melibatkan secara langsung komunitas adat
Proyek penanganan banjir atau normalisasi sungai ini terhubung dengan proyek yang juga sedang berjalan yakni proyek Intake Sungai Sepaku yang sebelumnya juga sudah merampas ruang hidup masyarakat di Sepaku.
Proyek-proyek ini berlangsung sepanjang Februari 2023 hingga saat ini. Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan IV bersama dengan kontraktor (Abipraya dan Prima KSO) juga konsultan proyek ini, Aditya Engineering Consultant dinilai saat ini sedang getol menyelengarakan konsultasi publik melalui serangkai pertemuan untuk menjalankan rencana penggadaan tanah untuk pembangunan proyek ini dengan warga terdampak di antaranya 22 warga RT 03 sebagai bagian dari upaya menyusun LARAP (Land Acquisition and Resetlement Action Plan) yang ujungnya untuk membujuk warga menyerahkan tanah dan kampungnya.
Proyek ini akan membangun sejumlah tanggul di kanan dan kiri aliran sungai. Pada kanan aliran panjang tanggul tanah mencapai 1.728,172 meter dan bagian kiri aliran 706,178 meter. Ada pula CCSP (Corrugated Concrete Sheet Pile) sepanjang 1.647,230 meter di kanan aliran dan kiri alirannya 670,081 meter. Selain itu ada pula tanggul panel pracetak.
Pada Undang-Undang Nomor 2/2012 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19/2021 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dinyatakan bahwa warga/masyarakat yang terkena dampak berhak untuk menyatakan penolakan dan keberatannya yang tertuang dalam pasal 33 dan 34.
Bahkan pada pasal 37 dan 39 jika keberatan warga diterima maka proyek pembangunan yang memerlukan pengadaan tanah tersebut dapat dibatalkan atau dipindahkan lokasinya ke tempat lain.
Untuk diketahui selain proyek Intake Sepaku yang terhubung dengan proyek normalisasi sungai dan Bendungan Sepaku – Semoi masih akan ada berbagai rencana proyek pembangunan bendungan lainnya seperti Bendungan Batu Lepek dan Bendungan Selamayu, kesemuanya adalah bagian dari proyek infrastruktur dasar penyediaan sumber daya air baku untuk lebih dari 2 juta penduduk baru di kawasan ibukota baru IKN.
Pemukiman Suku Balik Sepaku Terancam
Selain itu dengan adanya Proyek penanganan banjir intake sepaku atau normalisasi ini maka akan mengancam hilangnya pemukiman suku balik sepaku, jika pemukiman terjadi penggusuran maka secara tidak langsung juga akan menghilangkan bagian dari sejarah suku balik, termasuk menghilangkan hak kolektif perempuan adat, dimana hak kolektif perempuan adat adalah seperangkat hak yang berasal dari pengetahuan suatu kelompok perempuan adat yang berasal dari pengetahuan suatu kelompok perempuan dalam masyarakat adat yang berkaitan erat dengan wilayah kelola perempuan adat yang berada didalam wilayah adat tersebut berada.
Hak kolektif perempuan adat dapat diterjemahkan sebagai bentuk akses dalam pemanfaatan, pengelolaan, perawatan, pengembangan, pertukaran dan keberlanjutan generasi atas tanah dan sumber daya alam yang ada didalam wilayah adat, itu artinya dengan terjadi penggusuran diwilayah adat komunitas masyarakat adat suku balik sepaku maka juga akan menghilangkan hak kolektif perempuan adat suku balik yang dimana perempuan adat suku balik sangat erat dengan wilayah kelola mereka, seperti kebun, sungai maupun hutan.
Tugas Negara adalah memperhatikan dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak individu atau hak-hak komunal masyarakat adat, nilai-nilai budaya yang mencerminkan kearifan lokal, bukan dengan datang dan menggusur kehidupan warga adat.
(redaksi)
Artikel ini merupakan rilis dari Jatam (Jaringan Advokasi Tambang) Kaltim dan Perempuan AMAN