POJOKNEGERI.COM - Usai disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Ibu Kota Negara (IKN) oleh DPR RI di pertengahan Januari 2022, beberapa hal ikut terjadi.
Terbaru adalah pemberitaan mengenai video viral Edy Mulyadi yang diduga menghina Kalimantan.
Edy Mulyadi pun saat ini sudah dilaporkan oleh beberapa pihak ke kepolisian terkait ucapannya itu.
Pada Senin, ujaran permintaan maaf pun sudah dilakukan, salah satunya melalui tayangan YouTube.
Perihal IKN itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah atau kerap disapa Castro justru memilih pandangan berbeda.
Ia seolah mengingatkan publik untuk kembali pada persoalan IKN saat ini.
Melalui Instagram pribadinya @herdihamzah, ia menuliskan postingan yang mengingatkan itu.
"Perdebatan akademis soal IKN, berantakan gara-gara video viral itu. Sekarang justru bergeser ke sentimen identitas primordial. Kelompok oligarki itu pasti tertawa terbahak-bahak, lapak bisnis IKN aman. Mereka yang berpesta pora, rakyat yang dibiarkan berkonflik. Keterlaluan!," demikian dalam postingan Castro.
Diketahui sebelumnya, para akademisi di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman menumpahkan pemikiran menanggapi Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN).
Pemikiran itu ditumpahkan dalam masukan dan penyempurnaan yang diusulkan ke Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN di DPR RI.
Pemikiran para akademisi itu juga tumpah ruah dalam webinar garapan FH Unmul dengan tajuk "Catatan Kritis Atas RUU IKN" digelar Senin (17/1/2022).
Agenda webinar via aplikasi Zoom itu turut dihadiri Budisatrio Djiwandono, Anggota Pansus RUU IKN.
Mahendra Putra Kurnia, Dekan Fakultas Hukum Unmul menyampaikan seluruh isi pemikiran dan masukan dari para akademisi FH Unmul akan diserahkan langsung kepada Pansus RUU IKN.
"Isi pemikiran dan masukan yang kami sampaikan adalah berlatar belakang akademis, kami tidak berniat kontra di kondisi yang ada kecuali pada ranah akademis. Tidak ada tendensi politis dalam pemikiran ini," kata Mahendra, Senin (17/1/2022).
Warkhatun Najidah, Akademisi Fakultas Hukum Unmul, salah satu pembicara webinar menyampaikan pihaknya mengkritisi hal-hal yang fundamental yang belum tertulis di RUU IKN.
"Ada konsep pemerintahan khusus yang disebut Badan Otorita IKN, padahal badan itu tidak dikenal di institusi Indonesia," ungkap Najidah.
Terkait pertanahan di lokasi ibu kota negara juga disebut belum jelas.
Tidak ada pembatasan luasan IKN yang ingin dibangun oleh pemerintah.
Selain itu, Najidah juga menyinggung soal kewenangan di IKN baru.
Pembangunan IKN tidak hanya dimiliki oleh pemerintah pusat melalui Badan Otorita IKN, namun juga diisi pihak-pihak lain.
Mereka adalah Pemprov Kaltim dan pemerintah kabupaten/kota sekitar lokasi IKN.
"Aktor pembangunan tidak hanya Otorita IKN, tapi juga ada juga pola membangun pemerintahan dan pembangunan membutuhkan regulasinya. Tidak cuma Otorita, tapi juga Pemprov Kaltim, juga pemerintah kabupaten/kota," paparnya.
Pihak-pihak terkait turut memiliki kapasitas sendiri.
Kaltim memiliki kewenangan dan diatur dalam konstitusi dan kewenangan undang-undang kedaerahan.
"Harus ada relasi dengan kewenanagan daerah. Jangan sampai ada tumpang tindih kewenangan. Harus ada korelasi," paparnya.
Sementara itu, Herdiansyah Hamzah, juga merupakan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, turut menyampaikan pandangannya.
Castro sapaan akrabnya menyinggung soal pendanaan pembangunan IKN di Sepaku, Penajam Paser Utara.
"Pasal 24 ayat (1) RUU IKN, pemindahan dan pembangunan IKN di Kaltim, bersumber dari APBN dan atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," terang Herdiansyah Hamzah.
Bersasarkan RUU IKN, kebutuhan dana pemindahan dan pembangunan ibu kota negara sebesar Rp466 triliun.
10 persen dari APBN, dan sisanya berasal dari investasi, membangun tolal wilayah IKN 256.142 hektare. Terdiri dari 56.180 hektare kawasan inti IKN dan 199.962 hektare kawasan pengembangan IKN.
"Penjelasan Pasal 24 ayat (1) RUU IKN, sumber lain yang dimaksud antara lain pemanfaatan Barang Milik Negara, penggunaan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha; dan keikutsertaan pihak lain," lanjutnya.
Keikutsertaan pihak lain termasuk diantaranya penugasan badan usaha milik negara, penguatan peran badan hukum milik negara, dan kontribusi swasta, menjadi pertanyaan berbagai pihak termasuk Fakultas Hukum Unmul.
"Ketiadaan deklarasi pembatasan presentase kontribusi swasta dalam RUU IKN, membuka ruang state capture oleh oligarki intenasional," katanya.
Darimana dananya?
Langkah lanjutan usai selesainya RUU IKN itu, adalah proses pembangunan.
Darimana dananya?
Hal ini kemudian dijelaskan Menteri Keuangan Sri Mulyani,
Sri Mulyani mengatakan langkah awal pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang bernama Nusantara akan gunakan sebagian dana Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Hal itu karena IKN menjadi bagian dari program PEN.
"2022 paket pemulihan ekonomi sebesar Rp450 triliun dan masih belum dispesifikasi seluruhnya, jadi ini nanti mungkin bisa dimasukkan dalam bagian Program PEN,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam Konferensi Pers usai Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Selasa (18/1/2022).
Meski demikian, Sri Mulyani tidak merinci berapa persen anggaran PEN untuk pembangunan pembangunan IKN.
Untuk tahap pertama akan fokus pada pengembangan akses infrastruktur bagi IKN sehingga rencananya anggaran untuk aspek ini akan masuk dalam kategori pemulihan ekonomi dalam Program PEN 2022.
"Kita nanti bisa desain kebutuhan awal terutama pelaksanaan akses infrastruktur bisa masuk dalam kategori penguatan pemulihan ekonomi dalam Program PEN 2022," kata Sri Mulyani, dikutip dari Antara.
(redaksi)