POJOKNEGERI.COM - Kurs rupiah dan banyak mata uang di dunia kerap sangat bergantung pada keadaan dolar Amerika Serikat (AS). Berbagai mata uang negara lain pun kerap tertekan oleh dolar AS, termasuk Rubel Rusia.
Sebenarnya bagaimana perjalanan dolar AS hingga menjadi salah satu mata uang internasional dan terkuat di dunia?
Dikutip dari detik.com yang melansir laman Investopedia, disebutkan dolar AS ini pertama kali dicetak pada tahun 1914 setelah bank sentral AS the Federal Reserve didirikan.
Nah dolar AS ini resmi jadi mata uang cadangan dunia kurang dari enam dekade kemudian. Dolar AS ini memang langsung melejit ketika pertama kali dicetak.
Fed didirikan oleh Federal Reserve Act tahun 1913. Bank sentral AS ini hadir karena sistem mata uang di negara tersebut tidak stabil, karena uang kertas diterbitkan oleh masing-masing bank.
Kala itu ekonomi AS sudah lebih unggul dari Inggris dan menjadi ekonomi terbesar di dunia. Memang, saat itu Inggris masih jadi pusat perdagangan dunia dan mayoritas transaksi perdagangan masih menggunakan poundsterling.
Kemudian sebagian besar negara maju juga mematok mata uang mereka ke emas untuk menciptakan stabilitas dalam pertukaran mata uang.
Nah selanjutnya Perang Dunia I pun pecah pada tahun 1914. Akhirnya banyak negara meninggalkan standar emas sehingga mereka dapat membayar belanja militer dengan uang kertas, yang mendevaluasi mata uang mereka.
Tiga tahun setelah perang, Inggris yang dengan teguh berpegang pada standar emas untuk mempertahankan posisinya sebagai mata uang terkemuka dunia, mendapati dirinya harus meminjam uang untuk pertama kalinya.
Amerika Serikat menjadi pemberi pinjaman pilihan bagi banyak negara yang bersedia membeli obligasi AS berdenominasi dolar.
Inggris pada akhirnya menyerah pada standar emas pada tahun 1919, menghancurkan rekening bank pedagang internasional yang berdagang dalam pound. Pada saat itu, dolar telah menggantikan pound sebagai cadangan utama dunia.
Pada masa Perang Dunia II, AS adalah pemilik utama senjata, persediaan, dan barang-barang lainnya dari Sekutu. Negara Paman Sam mengumpulkan sebagian besar pembayarannya dalam bentuk emas.
Hingga pada akhir perang, Amerika Serikat memiliki sebagian besar emas dunia. Situasi itu menghalangi kembalinya standar emas oleh semua negara yang telah menghabiskan cadangan emas mereka.
Pada tahun 1944, delegasi dari 44 negara Sekutu bertemu di Bretton Wood, New Hampshire. Mereka berunding untuk menghasilkan sistem pengelolaan devisa yang tidak merugikan negara mana pun. Diputuskanlah bahwa mata uang dunia tidak dapat dikaitkan dengan emas, tetapi dapat dikaitkan dengan dolar AS yang terkait dengan emas.
Kesepakatan itu kemudian dikenal sebagai Perjanjian Bretton Woods, menetapkan bahwa bank sentral akan mempertahankan nilai tukar tetap antara mata uang mereka dan dolar AS.
Pada gilirannya, Amerika Serikat akan menebus dolar AS untuk emas sesuai permintaan. Negara-negara memiliki beberapa tingkat kendali atas mata uang dalam situasi di mana nilai mata uang mereka menjadi terlalu lemah atau terlalu kuat relatif terhadap dolar. Mereka bisa membeli atau menjual mata uang mereka untuk mengatur jumlah uang beredar.
Sebagai hasil dari Perjanjian Bretton Woods, dolar AS secara resmi dinobatkan sebagai mata uang cadangan dunia dan didukung oleh cadangan emas terbesar di dunia. Alih-alih cadangan emas, negara lain mengumpulkan cadangan dolar AS.
Lantaran membutuhkan tempat untuk menyimpan dolar mereka, negara-negara mulai membeli surat berharga U.S. Treasury yang mereka anggap sebagai penyimpan uang yang aman.
Saat ini, tepatnya ketika artikel ini dimuat oleh Investopedia pada Mei 2021 lalu, lebih dari 61% dari semua cadangan bank asing dalam bentuk mata uang dolar AS.
Hal itu berdasarkan sumber dari Dana Moneter Internasional (IMF). Banyak dari cadangan dalam bentuk tunai atau obligasi AS, seperti U.S. Treasury. Juga, sekitar 40% dari utang dunia dalam mata uang dolar. (*)