POPNEWS.ID - Seorang YouTuber menggugat KompasTV dan Kompas.com.
Gugatan ini diduga terkait video berita tentang utang Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang membengkak Rp8,5 triliun.
Pemimpin Redaksi KompasTV Rosianna Silalahi menyebut, YouTuber yang menggugat merupakan salah satu dari 25 content creator binaan PT KCIC.
Tak tanggung-tanggung, melalui pengacaranya, YouTuber tersebut meminta bayaran sebesar Rp 200 juta per video.
"Pihak YouTuber melalui pengacaranya meminta kami membayar uang senilai Rp200 juta per video yang jika ditotal sekitar Rp1,3 miliar dan itu diketahui pihak PT KCIC.
Menurut PT KCIC, youtuber yang menggugat kami adalah salah satu dari 25 content creator binaan PT KCIC, " ujar Rosi dalam keterangannya, Kamis (11/5).
Menurut Rosi, seluruh materi visual yang digunakan dalam pemberitaan KompasTV sejatinya diambil dari akun YouTube resmi PT KCIC.
Visual tersebut juga pernah digunakan dalam berita uji coba kereta api cepat di sela perhelatan G20 pada November lalu.
Namun, saat itu tidak dipermasalahkan.
Rosi menambahkan upaya untuk menyelesaikan persoalan tersebut telah dilakukan sejak April lalu, termasuk dengan berkomunikasi dengan PT KCIC dan YouTube.
KompasTV juga berdiskusi dengan dengan Forum Pemred, AJI, dan Dewan Pers.
"Sebetulnya urusan kami sudah selesai. Akun Youtube KompasTV juga sudah tidak dalam ancaman hangus. Tapi kami melihat ada potensi ancaman terhadap kebebasan pers gaya baru dengan menggunakan global platform dalam hal ini YouTube," katanya.
Rosi mengatakan kejadian ini harus menjadi perhatian bersama demi menjaga kemerdekaan pers di era digital.
Kejadian ini dikhawatirkan bisa menimpa redaksi media lainnya di waktu mendatang.
Respon Dewan Pers
Sementara itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyesalkan apa yang dialami KompasTV terkait pemberitaan utang Kereta Cepat Indonesia-China.
Ia mengatakan segala hal terkait sengketa berita seharusnya diselesaikan sesuai ketentuan undang-undang.
Ninik menambahkan Dewan Pers sudah membuat regulasi untuk menghadapi era digital khususnya terkait pers.
"Jadi jika ada pemberitaan oleh perusahaan pers dan didistribusikan ke media sosial dan kemudian menjadi konflik oleh pihak ketiga, silahkan datang ke Dewan Pers untuk kita mediasi.
Jadi jangan ada penyelesaian dengan cara-cara intimidatif pemerasan dengan meminta pembayaran sejumlah uang dan sebagainya jika itu konflik pemberitaan, penyelesaiannya adalah dengan UU 40," tegas Ninik. (*)