POJOKNEGERI.COM - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Muhammad Samsun, baru-baru ini menyoroti masalah serius terkait banyaknya lubang tambang yang ditinggalkan tanpa dilakukan reklamasi oleh perusahaan-perusahaan tambang.
Menurut Samsun, persoalan ini menjadi perhatian utama karena dampaknya yang sangat merugikan lingkungan dan masyarakat sekitar.
Muhammad Samsun mengungkapkan bahwa banyak perusahaan tambang yang tidak memenuhi kewajibannya untuk melakukan reklamasi setelah proses tambang selesai.
Reklamasi, yang merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi lahan yang sudah terdegradasi akibat kegiatan pertambangan, seharusnya menjadi kewajiban perusahaan sesuai dengan peraturan yang ada.
Ia mendorong pemerintah perlu menaikkan dana jaminan reklamasi (jamrek) yang wajib disiapkan oleh perusahaan tambang untuk memastikan reklamasi lubang tambang dapat dilakukan.
Anggota Legislatif Kaltim dari Fraksi PDI Perjuangan ini menilai besaran dana jamrek saat ini tidak mencukupi untuk memulihkan lahan bekas tambang.
“Jamrek kita itu terlalu kecil. Tidak sesuai lagi dengan kebutuhan reklamasi yang sebenarnya. Harus ada regulasi yang menaikkan jamrek ini,” kata Samsun belum lama ini.
Lebih lanjut ia menjelaskan penghasilan yang diperoleh perusahaan tambang bisa mencapai triliunan rupiah, sementara kewajiban mereka untuk menyediakan dana jamrek hanya berkisar belasan miliar.
“Katakanlah potensi penghasilan perusahaan tambang mencapai Rp 50 miliar, tetapi jamrek yang disetorkan hanya Rp 200 juta. Ini tentu tidak seimbang,” lanjutnya.
Samsun mendesak agar ada revisi terhadap regulasi terkait jamrek. Ia menyarankan agar nilai jamrek dinaikkan minimal 50 persen dari potensi penghasilan perusahaan tambang, untuk menciptakan keseimbangan yang lebih baik antara kewajiban dan kemampuan perusahaan.
Samsun menegaskan, biaya yang diperlukan untuk memperbaiki lingkungan pasca-penambangan cukup besar, terutama dalam menutup lubang tambang, yang bisa mencapai miliaran rupiah.
“Untuk menutup lubang tambang, butuh biaya yang sangat besar. Jika jamrek yang dikenakan hanya Rp200 juta, perusahaan lebih memilih untuk meninggalkan tanggung jawabnya, karena kerugian yang mereka hadapi jika harus memperbaiki lingkungan jauh lebih besar,” pungkasnya.
(ADV/DPRD Kaltim)