POJOKNEGERI.COM - Dikabulkannya gugatan Makmur HAPK di Pengadilan Negeri Samarinda, memunculkan pertanyaan baru mengenai pelantikan Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Masud.
Diketahui, dewan agendakan pelantikan Hasanuddin Masud, berdasarkan turunnya SK Mendagri Nomor 161.64-5128 Tahun 2022.
Dari agenda Banmus, dirancang pelantikan Hasanuddin Masud dilakukan pada 12 September 20222.
Namun, sebelum 12 September 2022 itu, gugatan Makmur HAPK yang sebelumnya berproses di PN Samarinda akhirnya dikabulkan hakim.
Dalam pokok perkara poin ke satu, amar putusan PN Samarinda menyebut mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian.
Poin kedua, menyatakan Tergugat I, Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Airlangga Hartanto dan Lodewijk F Paulus. Tergugat II, Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Kaltim, Rudy Masud dan Muhammad Husni Fahruddin.
Tergugat III, Fraksi Partai Golkar DPRD Kaltim Andi Harahap dan Nidya Listiyono, serta Turut Tergugat Hasanuddin Masud telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Poin ketiga, menyatakan surat keputusan Menteri Dalam Negeri nomor : 161.64-4353 tahun 2019, tanggal 25 September 2019 tentang peresmian pengangkatan pimpinan DPRD Kaltim berlaku sejak tahun 2019 sampai dengan 2024.
Poin keempat, menyatakan tidak mempunya kekuatan hukum terhadap : surat keputusan Tergugat I Nomor : B-600/GOLKAR/VI/2021 Tanggal 16 Juni 2021 tentang persetujuan pergantian antar waktu pimpinan DPRD Kaltim sisa masa jabatan 2019-2024.
Lantas, bagaimana soal pelantikan Hasanuddin Masud?
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Najidah dihubungi tim redaksi pada Selasa (6/9/2022) pun berikan pendapatnya.
"Pelantikan itu bukan hanya sekadar kumpulkan orang, upacara dan dikasih konsumsi. Apalagi pelantikan dewan. Pelantikan itu perbuatan hukum. Kan ini bukan SK Mendagri-nya," ujarnya.
"Kebijakan tata usaha negara itu boleh dibatalkan. Boleh, batal demi hukum. Sekarang begini, kalau Mendagri, apakah harus menunggu orang PTUN-kan SK Mendagri, kan gitu?," ujarnya.
Dijelaskan bahwa sesuai aturan, putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.
Sehingga seyogyanya, DPRD selaku lembaga negara juga dapat mengikuti putusan pengadilan.
"Iya, jelas itu. Ini bukan soal mana lebih kuat (SK Mendagri dan putusan PN Samarinda). SK itu menjadi tidak punya arti apa-apa ketika punya fakta hukum baru yang ada (putusan PN Samarinda," ujarnya.
Dengan demikian, Najidah menyarankan agar dewan bisa menunda proses pelantikan Hasanuddin Masud.
"Saya menyadari putusan Mendagri yang kemarin. Itu kan ada dasar hukumnya. Tapi kan ada hak dia ini (Makmur HAPK), sampai ada putusan tetap dari yang lain. Sehingga hukum lain masih bisa bergerak itu," ujarnya.
"Gak bisa saling gantung, Kan seolah-olah, dari DPRD bilang ini ada SK Mendagri kok. Ini perintah Mendagri. Loh, ini (ada) anggaran, (ada) masyarakat,"
"Kan sudah jelas. Jangan malu dua kali," ujarnya.
(redaksi)