POJOKNEGERI.COM -- Kelompok Kerja (Pokja) 30 Kaltim merespon pengumuman hasil seleksi tertulis dan tes psikologi calon Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten dan Kota.
Pengumuman hasil seleksi tertulis dan tes psikologi itu dengan Nomor 03/TIMSELKABKOT-GEL.XI.Pu/08/64/2023 dan Nomor 04/TIMSELKABKOT-GEL.XI.Pu/08/64/2023.
Pokja 30 Kaltim menemukan adanya Sejumlah Peserta seleksi KPU Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur yang telah lolos seleksi tertulis dan psikologi yang telah terbukti melakukan pelanggaran kode etik pemilu dan pedoman penyelenggaraan Pemilu berdasarkan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Koordinator Pokja 30 Kaltim, Buyung Marajo menilai temuan ini menandakan perlunya kewaspadaan dan ketelitian yang lebih tinggi dalam proses seleksi bagi calon anggota KPU Kabupaten/Kota.
Ia mengatakan integritas dan kepatuhan terhadap kode etik pemilu menjadi landasan utama dalam menyelenggarakan pemilihan umum yang bersih dan transparan.
"Harus diakui bahwa pelanggaran terhadap kode etik adalah tindakan serius yang dapat merusak demokrasi yang seharusnya bersih, jujur dan adil," tulisnya dalam rilis pers Pokja 30 Kaltim.
Oleh karenanya diperlukan langkah yang harus diambil untuk menegaskan bahwa pelanggaran kode etik tidak dapat ditoleransi dalam proses seleksi penyelenggara pemilu maupun proses pemilihan umum. Tidak hanya sebagai sebuah aturan formal, tetapi kode etik adalah fondasi moral yang harus dijunjung tinggi oleh setiap penyelenggara pemilu.
"Pokja 30 Kaltim juga menyarankan bahwa Tim Seleksi KPU kabupaten/kota harus bertindak secara tegas dan menolak untuk meloloskan calon yang telah dinyatakan melakukan pelanggaran oleh DKPP," bunyi rilis pers Pokja 30 Kaltim.
Selain itu Pokja 30 Kaltim juga mengatakan, membiarkan mereka melangkah lebih jauh dalam proses seleksi akan menjadi celaan terhadap integritas dan komitmen KPU dalam memastikan bahwa penyelenggara pemilu yang dipilih adalah individu yang benar-benar memiliki dedikasi tinggi terhadap prinsip-prinsip etika yang tak bisa ditawar.
Pokja 30 Kaltim mengimbau Tim Seleksi KPU kabupaten/kota untuk tidak mengabaikan putusan DKPP dan memastikan bahwa seleksi calon penyelenggara pemilu dilakukan dengan cermat, transparan, dan tidak meloloskan mereka yang telah terbukti melanggar kode etik.
"Hal ini tentu merupakan langkah awal yang penting untuk mengembalikan kepercayaan publik pada integritas proses pemilu di Kalimantan Timur," ujarnya.
Pokja 30 Kaltim menyerukan agar seluruh elemen masyarakat turut aktif mengawasi dan menolak hasil seleksi apabila Tim Seleksi KPU kabupaten/kota memilih untuk meloloskan orang-orang yang telah terbukti melakukan pelanggaran.
Sebagai tambahan informasi, POKJA 30 KALTIM telah melaporkan hasil temuan, masukan dan tanggapan masyarakat kepada Tim Selesi KPU kab/Kota melalui email yang terteras dalam surat pengumuman.
Berikut adalah rincian temuan dan sanksi yang dijatuhkan:
1. Sanksi Peringatan kepada Muhammad Rahman sebagai Ketua merangkap Anggota Bawaslu, serta Yulia Parlina sebagai Anggota Bawaslu Kukar akibat pelanggaran kode etik pemilu berdasarkan Putusan DKPP RI nomor 127-128-PKE-DKPP/X/2020.
2. Sanksi Peringatan Keras dan Pemberhentian Jabatan bagi Erlyando Saputra, Ketua KPU Kukar yang dijatuhkan sebagai akibat pelanggaran kode etik pemilu berdasarkan Putusan DKPP RI nomor 196-PKE-DKPP/XII/2020
3. Peringatan Keras kepada Purnomo dan Muchammad Amin selaku Anggota KPU Kukar akibat pelanggaran kode etik pemilu berdasarkan Putusan DKPP RI nomor 196-PKE-DKPP/XII/2020.
4.Sanksi Peringatan bagi Risma Dewi, yang menjabat sebagai Ketua merangkap Anggota Bawaslu Kutai Barat akibat pelanggaran kode etik pemilu berdasarkan Putusan DKPP RI nomor 6-PKE-DKPP/I/2021
5. Sanksi Peringatan juga diberikan kepada Farida Asmauanna sebagai Anggota Bawaslu Kota Balikpapan akibat pelanggaran kode etik pemilu berdasarkan Putusan DKPP RInomor 17-PKE-DKPP/I/2019.
(Redaksi)