Jumat, 31 Januari 2025

Nasional

Polemik Pagar Laut di Tangerang, Kades Kohod Bisa Pidana Usai Debat dengan Menteri ATR/BPN

Selasa, 28 Januari 2025 13:45

KOLASE FOTO - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid dan Kepala Desa Kohod, Arsin

POJOKNEGERI.COM - Kasus pagar laut misterius di perairan Tangerang masih terus menjadi polemik. Pagar laut itu membentang sepanjang 30,16 kilometer di Tangerang, Banten dengan wujud berupa bambu yang ditancapkan di dasar laut.

Belum terungkap siapa pemiliknya, kasus menjadi semakin ruwet setelah diketahui area pagar laut itu memiliki sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM).

Menurut Kepala Desa Kohod, Arsin, lahan pagar laut itu dulunya adalah daratan yang digunakan untuk empang sebelum berubah akibat terkena abrasi dan agar mencegah abrasi meluas, dibangunlah tanggul pada 2004.

Asal usul tentang lahan pagar laut ini Arsin sampaikan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid pada Jumat (24/1/2025), saat meninjau lahan yang memiliki SHGB dan SHM.

Meski sempat terlibat perdebatan dengan Kepala Desa Kohod, Nusron menegaskan bahwa jika suatu lahan telah hilang secara fisik, statusnya berubah menjadi tanah musnah dan dia memastikan akan tetap memeriksa sertifikat kepemilikan lahan tersebut.

Sementara itu, Arsin enggan memberikan keterangan lebih lanjut soal sertifikat pagar laut di wilayahnya dan beberpa kali menghindari awak media. "Mau salat Jumat nih, nanti ketinggalan, sudah-sudah," kata dia, dilansir dari Kompas.com.

Kini nasib Kepala Desa Kohod, Arsin, di ujung tanduk setelah berdebat tentang pagar laut Tangerang dengan Nusron.

Sebab kini justru sosok Arsin yang menjadi sorotan luas. 

Mantan Kabareskrim Komjen purn Susno Duadji menyebut kades Kohod ini bisa dijerat pidana

Menurut Susno, pembatalan 50 SHGB bisa menjadi gerbang emas bagi aparat penegak hukum untuk menyelidiki kasus pagar laut ini. 

"Jangankan 263 sertifikat dibatalkan karena cacat atau karena faktor melanggar hukum, satu aja cukup, karena alas hak pasti surat surat atau dokumen palsu," kata Susno dikutip dari tayangan Metro TV pada JUmat (24/1/2025) lalu.

Dikatakan, pembatalan sertifikat ini sudah bisa dijadikan satu alat bukti tindak pidana pemalsuan surat. 

Dan, kalau pemalsuan itu diikuti dengan tindak pidana suap maka bisa menjadi tindak pidana  korupsi. 

"Siapa pelakunya? jelas mulai dari lurah yang ngotot itu, lurah kohod, pasti dia ngeluarin dokumen itu," tegas Susno.

Selain itu, pihak yang menerima dokumen itu juga harus diusut.

"Misalnya Agung Sedayu dengan anak perusahan Intan Agung Makmur. Gak mungkin nenek moyang mereka punya tanah, pasti beli. belinya pasti gak beres. Notarisnya juga bisa kena," katanya. 

Menurut Susno, untuk mengusut hal ini cukup mudah, bisa dilihat dalam dokumen sertifikat itu. 

Atau bisa juga diusut mulai dari siapa yang memagari, siapa yang membayar, menyuruh hingga uangnya darimana dan terkait perusahaan apa.

"Sudah terang benderang ini, seperti makan siang pakai lampu petromak," kelakarnya.

Menurut Susno, tidak ada alasan lagi bagi aparat penegak hukum untuk tidak mengusut kasus ini. 

Apalagi sudah mendapat dukungan langsung dari presiden, ketua DPR RI, Komisi IV DPR, peraturan undang-undang dan dukungan rakyat.

"Kalau masih tidak dilakukan, berarti ada kekuatan yang bisa menggeser dukungan-dukungan tersebut," tukasnya.

(*)

Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Berita terkait
pojokhiburan